Presiden Joko Widodo (Jokowi) membeberkan fakta pahit tentang kondisi inklusi keuangan Indonesia. Tingkat inklusi keuangan Indonesia masih kalah jauh dari negara tetangga.
Jokowi mengatakan, saat ini Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang besar dalam pengembangan teknologi finansial. Indeks inklusi keuangan Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan beberapa negara ASEAN.
"Di tahun 2019 indeks inklusi keuangan kita 76%, lebih rendah dibandingkan beberapa negara lain di ASEAN. Misalnya Singapura 98%, Malaysia 85%, Thailand 82%. Sekali kita masih berada di angka 76%," ucapnya saat membuka Indonesia Fintech Summit 2020 yang digelar secara virtual, Rabu (11/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, tingkat literasi keuangan digital Indonesia juga masih rendah, yakni baru sekitar 35,5%. Masih banyak masyarakat yang menggunakan layanan keuangan informal dan hanya 31,26% masyarakat yang pernah menggunakan layanan digital.
Oleh karena itu, Jokowi menaruh harapan besar kepada para inovator fintech. Mereka diharapkan tidak hanya sebagai penyalur pinjaman dan pembayaran online saja, tetapi juga sebagai penggerak utama literasi keuangan digital bagi masyarakat.
"Sebagai pendamping perencana keuangan, serta memperluas UMKM dalam akses pemasaran e-commerce," tuturnya.
Meski begitu, Jokowi mengakui hingga saat ini kontribusi para industri fintech cukup besar di Indonesia. Fintech telah memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional dan memperbesar akses masyarakat kepada pembiayaan.
"Saya tahu bahwa layanan fintech telah berkembang sangat pesat, kontribusi fintech pada penyaluran pinjaman nasional 2020 mencapai Rp 128,7 triliun meningkat 113% year-on-year. Sampai September 2020 terdapat 89 penyelenggara fintech yang berkontribusi Rp 9,87 triliun pada transaksi layanan Jasa Keuangan Indonesia. Rp 15,5 Triliun disalurkan penyelenggara fintech equity crowdfunding berizin. Hal ini merupakan perkembangan yang luar biasa," tutupnya.
(das/ara)