Pergerakan mata uang kripto terbesar Bitcoin terpantau sangat liar layaknya Roller Coaster. Sebentar terbang ke awan, sebentar nyungsep ke perut bumi.
Sebagaimana diketahui, mata uang digital terbesar di dunia ini mengalami penurunan 30% hanya dalam 1 hari pada Rabu lalu menjadi sekitar US$ 30.000. Padahal, sebelumnya tepatnya pada pertengahan April, nilai Bitcoin sempat mencapai rekor tertingginya di level US$ 64.829.
Penurunan sedalam itu terakhir kali dialami Bitcoin pada awal-awal pandemi tepatnya pada Maret 2020 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bitcoin tetap sangat mudah berubah," ujar Pendiri Vital Knowledge, Adam Crisafulli dikutip dari CNBC International, Selasa (25/5/2021).
Baca juga: China Tegaskan Mau Setop Penambangan Bitcoin |
Pergerakan liar Bitcoin tentu bikin investor sesak nafas. Tak terbayangkan sebuah investasi melayang hingga tembus 20% lalu jeblok 30%. Dan yang paling horor, lajunya ugal-ugalan ini diramal tak akan berlalu dalam waktu dekat.
"Tidak ada yang berubah secepat ini," sambungnya.
Secara keseluruhan, belakangan ini Bitcoin mengalami penurunan intraday sebesar 31,1%. Jumlah tersebut merupakan penurunan terbesar keempat dalam catatan mata uang kripto, menurut data dari Cornerstone Macro.
Di bulan Mei saja, Bitcoin mengalami penurunan nilai sebanyak 14 hari, menurut Coin Metrics. Bila diakumulasikan lagi, sepanjang tahun ini, ada 39 hari dengan penurunan harian sebesar 5% berdasarkan harga penutupan Bitcoin. Sedangkan di tahun 2020, total ada 42 hari catatan penurunan nilai Bitcoin.
Meski begitu, nilai token digital tersebut bisa pula cepat bangkit kembali hingga naik 20% di atas $ 39.000 pada hari Senin lalu.
Gerak bitcoin tak lepas dari beragam sentimen yang menyertainya. Sedikit mengingat kembali, penurunan nilai Bitcoin mulai terasa saat berbagai kebijakan muncul memberi tekanan pada aset digital tersebut. Tekanan peraturan yang meningkat serta gambaran teknisnya yang fluktuatif tersebut mengarah ke perdagangan yang lebih liar lagi di masa depan, kata ahli strategi.
"Kekalahan yang diterima cryptocurrency selama dua minggu terakhir hanyalah gambaran dari hal-hal yang akan datang," kata Peter Berezin, kepala strategi global di BCA Research.
Bursa kripto internasional memang tengah dihadapkan pada kegalauan luar biasa di tengah aturan pemblokiran aset kripto yang diberlakukan di berbagai negara.
Setelah India, baru-baru ini China juga mengumumkan larangan terhadap perdagangan aset kripto. Larangan tersebut bahkan langsung memicu terhentinya aktivitas penambangan Bitcoin di negeri tirai bambu tersebut.
"Pasar kripto akan terus menghadapi regulasi yang lebih ketat. ... Dalam waktu dekat, kesulitan di pasar kripto dapat menyeret aset spekulatif lainnya seperti saham teknologi," sambungnya.
Fluktuasi baru-baru ini terjadi di tengah pengawasan peraturan yang meningkat di AS dan luar negeri. Federal Reserve AS akan segera merilis makalah yang menguraikan penelitiannya sendiri ke dalam area mata uang digital bank sentral. Sementara itu, otoritas Tiongkok telah berjanji untuk menindak penambangan dan perdagangan cryptocurrency.
Sentimen lain datang dari perubahan sikap tokoh-tokoh yang semula mendukung investasi di aset kripto ini. Elon Musk misalnya, yang awalnya mendukung cryptocurrency, tiba-tiba berubah 180 derajat, mengumumkan Tesla telah menangguhkan pembelian kendaraan menggunakan aset tersebut, sebab mata uang ini dinilai tidak ramah lingkungan atas apa yang disebut proses penambangan komputasi.
(dna/dna)