Satgas Waspada Investasi (SWI) buka suara terkait ratusan mahasiswa IPB terjerat pinjaman online (pinjol). Mereka terjerat pinjaman tersebut karena diduga tergiur tawaran investasi.
Ketua SWI Tongam L Tobing menjelaskan, kejadian yang menimpa mahasiswa IPB diduga merupakan penipuan dengan modus menawarkan kerja sama usaha penjualan di toko online.
"Kejadian yang menjerat mahasiswa IPB dan masyarakat sekitar kampus ini merupakan dugaan penipuan yang dilakukan dengan kedok menawarkan kerjasama usaha penjualan online di toko online milik pelaku dengan imbal hasil 10% per transaksi. Pelaku meminta mahasiswa membeli barang di toko online pelaku," katanya kepada detikcom, Kamis (17/11/2022).
Dia melanjutkan, jika mahasiswa tidak punya uang maka diminta untuk meminjam secara online. Uang hasil pinjaman itu masuk ke kantong pelaku.
"Apabila mahasiswa tidak mempunyai uang, maka pelaku meminta mahasiswa meminjam secara online. Uang hasil pinjaman tersebut masuk ke pelaku, tapi barang tidak diserahkan ke pembeli, atau pembelian secara fiktif dari toko online pelaku," sambungnya.
Lebih lanjut, Tongam menjelaskan, pelaku berjanji akan membayar cicilan utang sehingga mahasiswa tertarik untuk ikut investasi. Dalam perjalanannya, pelaku tidak membayar cicilan utang dan para mahasiswa pun ditagih penagih utang.
"Pelaku berjanji akan membayar cicilan hutang dari pemberi pinjaman tersebut, sehingga mahasiswa tertarik untuk ikut berinvestasi. Dalam perkembangannya, pelaku tidak memenuhi janjinya untuk membayar cicilan hutang, sehingga tenaga penagih melakukan penagihan kepada mahasiswa sebagai peminjam," terang Tongam.
Tongam mengatakan, berdasarkan informasi yang diterimanya, aplikasi yang dipakai untuk meminjam uang bukanlah pinjaman online, melainkan perusahaan pembiayaan. Menurutnya, kasus ini termasuk penipuan modus baru.
"Informasi yang kami peroleh sampai saat ini, bahwa aplikasi yang memberikan pinjaman bukan pinjol tetapi perusahaan pembiayaan (multi finance), jadi bukan peer to peer lending, tetapi pembiayaan pembelian barang dari perusahaan multi finance, yang ternyata barangnya fiktif, tetapi uangnya mengalir ke pelaku," ungkapnya.
"Kasus ini termasuk penipuan modus baru, yang melakukan penipuan berkedok toko online dengan penjualan barang fiktif yang ternyata para korban sepakat bahwa barang yang dibeli sudah sampai padahal tidak ada barangnya," sambungnya.
(acd/das)