Ombudsman Republik Indonesia membeberkan maladministrasi yang dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dalam perkara izin usaha bursa kripto. Salah satunya adalah Bappebti disebut melakukan penundaan berlarut dalam dalam proses perizinan bursa berjangka komoditi kripto hingga hampir 2 tahun.
Sebagai informasi, pelaku usaha yang mengadukan masalah ini adalah PT Digital Future Exchange (DFX). Di mana perusahaan itu telah lama mengajukan izin sebagai bursa berjangka yang akhirnya nanti menjadi bursa kripto.
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika mengatakan alasan pihaknya membeberkan secara gamblang apa saja maladministrasi yang dilakukan Bappebti karena tak mendapatkan respon setelah memberikan tindakan korektif atau saran kepada Bappebti terkait pembenahan proses perizinan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebelumnya belum kami sampaikan apa saja yang menjadi maladministrasi terkait penerbitan usaha berjangka komoditi. Kali ini saya akan sampaikan penundaan berlarut seperti apa, penyimpangan seperti apa dan penyalahgunaan wewenang seperti apa," katanya dalam konferensi pers di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2023).
Terkait penundaan berlarut, Yeka mengungkap ada tiga indikasi yang ditemukan oleh Ombudsman. Pertama, Bappebti disebut melakukan penundaan berlarut dalam menghadapi atau merespon surat-surat dokumen terkait izin berusaha berjangka komoditi yang diajukan oleh PT DFX.
"Berdasarkan catatan Ombudsman, PT DFX mulai memproses perizinan pada 28 Desember 2020, kalau kita hitung sampai tanggal 17 Maret, 2023, pada saat laporan disampaikan maka, total itu 773 hari. Hampir dua tahun, jelas Ombudsman melihatnya ini penundaan berlarut yang diterima oleh salah satu pelaku usaha yang semestinya tidak perlu selama ini," jelasnya.
Penundaan berlarut berikutnya, Bappebti disebut telah menunda secara berlarut penyampaian fit and proper test calon Direktur Utama PT DFX. Yeka mengatakan fir and proper dilakukan pada 6 Desember 2022, namun hasilnya disampaikan pada 23 Januari 2023.
"Dari 6 Desember 2022 sampai 6 Januari 2023, 44 hari kerja itu terlalu lama, kalau ditunda-tunda itu bukti ada pengingkaran adanya pengabaian," ungkapnya.
Penundaan berlarut ketiga Bappebti disebut melakukan penundaan berlarut memberikan tanggapan atas kontrak berjangka yang diajukan oleh PT DFX. Berdasarkan hasil pemeriksaan Ombudsman, PT DFX memberikan berkas rencana kontrak berjangka pada 7 Desember 2022.
"Dan baru diberikan (hasilnya) pada tgl 23 Februari 2023, itupun setelah proses Ombudsman berjalan, proses pemeriksaan jawaban-jawaban itu diberikan. Rentan waktu 7 Desember 2022 sampai 23 Februari 2023 ada 64 hari kerja itu terlalu lama," terangnya.
Ada juga maladministrasi berkaitan dengan penyimpangan prosedur, di antaranya Bappebti disebut melakukan penyimpangan prosedur dalam mengubah status permohonan IUBB PT DFX dari tahap ke-12 kembali ke tahap ke-2 tanpa adanya penjelasan resmi
Bappebti disebut melakukan penyimpangan prosedur berupa tidak memiliki prosedur baku dalam menerbitkan Izin Usaha Bursa Berjangka (IUBB)
"Bappebti melakukan penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan fit and proper test Calon Direktur PT DFX karena menambah pembedaan fit and proper test antara Direksi dan Calon Direktur Utama, hal tersebut juga melanggar ketentuan UU Perseroan Terbatas, dimana pengangkatan Calon Direktur Utama merupakan kewenangan RUPS," terangnya.
Kemudian, Bappebti juga disebut melakukan penyimpangan prosedur dalam proses cek fisik sarana dan prasarana PT DFX karena tidak menyampaikan Berita Acara Hasil Pemeriksaan di hari pemeriksaan dan/atau justru menyerahkan lembar kosong untuk diisi sendiri oleh PT DFX.
(ada/zlf)