Penarikan dana dari Binance menyentuh level tertinggi sejak krisis perbankan melanda Amerika Serikat (AS) pada Maret lalu. Trader atau pedagang Cryptocurrency menarik dana mereka usai Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) menggugat Binance dan CEO-nya, Changpeng "CZ" Zhao.
Gugatan tersebut terkait dugaan pelanggaran undang-undang sekuritas federal. Data Blockchain menunjukkan arus dana keluar mencapai US$ 503 juta atau Rp 7,44 triliun (kurs Rp 14.800) pada hari Senin. Jumlah tersebut mengutip data yang disajikan penyedia produk investasi crypto 21Shares.
Jumlah aset digital yang keluar tercatat sebesar US$ 1 miliar atau Rp 14,8 triliun, sementara deposit sebesar US$ 546 juta atau Rp 8,08 triliun. Arus keluar bersih ini menjadi yang terbesar sejak pertengahan Maret lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikutip dari Coindesk, Rabu(7/6/2023),saat itu, banyak investor khawatir bangkrutnya sejumlah Bank di AS bakal mengganggu mata uang kripto yang tidak stabil.
Data perusahaan intelijen Crypto Nansen menunjukkan pada satu titik, Binance mencatat penarikan US$ 231 juta lebih banyak ketimbang deposito. Itu terjadi hanya dalam waktu satu jam setelah berita gugatan SEC terbit. Jumlah tersebut belum termasuk transfer bitcoin (BTC).
Meningkatnya arus keluar sebenarnya bukan hal yang luar biasa. Pada bulan Februari, Binance mencatat sekitar US$ 830 juta arus keluar bersih selama periode 24 jam karena regulator New York menindak stablecoin BUSD terkait Binance. Sebagai informasi, dompet crypto Binance menyimpan sekitar US$ 55 miliar aset digital.
Adapun arus keluar terjadi ketika gugatan SEC menuduh bahwa Binance melanggar beberapa undang-undang sekuritas federal. Disebutkan bahwa Binance menawarkan sekuritas kripto yang tidak terdaftar, termasuk token BNB dan BUSD, kepada masyarakat umum.
Lihat juga Video 'Mungkinkah Kripto Sebagai Alat Pendanaan Politik?':