Terseret Kasus Dugaan Kartel Bunga Pinjol, AFPI Buka Suara

Terseret Kasus Dugaan Kartel Bunga Pinjol, AFPI Buka Suara

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 06 Okt 2023 16:36 WIB
Ilustrasi Pinjol
Ilustrasi bunga pinjol - Foto: Shutterstock
Jakarta -

Nama Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) terseret kasus dugaan pengaturan dan penetapan suku bunga pinjaman alias kartel bunga pinjaman online (pinjol) kepada konsumen. Atas kondisi ini, AFPI buka suara.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) Entjik S. Djafar mengatakan, pihaknya sama sekali belum menerima surat resmi dari KPPU menyangkut persoaan ini. Pihaknya baru mengetahui kabar ini lewat berita-berita yang berseliweran.

"Kami terima rilis KPPU tapi surat resminya belum diterima. Kalau suratnya diterima, kami klarifikasi ini," kata Entjik, dalam konferensi pers di Manhattan Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (6/10/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, Entjik sendiri menilai pihaknya tak ada kartel bunga pinjol dalam asosiasinya. Menurutnya, kartel sendiri mendefinisikan tentang penetapan bunga minimum sehingga menguntungkan para penyedia jasa. Sementara yang dilakukan pihaknya ialah menetapkan bunga maksimum.

"Kalau kartel monopoli bunga. Kalau kita mengajukan aturan batas minum. Kami malah kartel protection. Siapa yang diuntungkan? Ya konsumen," ujar Entjik.

ADVERTISEMENT

Adapun AFPI sendiri menetapkan suku bunga maksimum yang boleh diterapkan para anggotanya di angka 0,4% per hari lewat kesepakatan code of conduct. Langkah ini dilakukan demi mencegah para operator menerapkan suku bunga yang terlampau tinggi.

"Yang kita atur maksimum, dan bukan 0,8% tapi 0,4%. Dua tahun lalu itu 0,8% sehingga dua tahun lalu kami sudah mengganti dari 0,8% menjadi 0,4%. Kami akan tentunya berkomunikasi dengan KPPU untuk berdiskusi tentang hal ini, karena yang kita patok itu sebetulnya maksimum, bukan minimum," jelasnya.

"Tetapi pada praktiknya itu banyak di bawah (0,4%), terutama yang produktif, UMKM itu di sekitar 0,03% 0,04% yang kebanyakan berlaku di fintech P2P lending di bawah izin OJK. Sehingga mungkin saya tegaskan code of conduct ini tidak boleh dilanggar oleh anggota AFPI. Apabila dilanggar maka akan disidang oleh komite etik kami," sambungnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) Kuseryansyah bercerita tentang awal mula penetapan suku bunga minimum. Keputusan ini bermula saat fintech muncul di tahun 2016. Pada kala itu, banyak penyedia jasa yang mematok suku bunga tinggi.

"Pertama fintech ada POJK 77 tahun 2016 itu sebenarnya harga bunga free. Siapapun boleh menjual bunga tinggi. Lalu di lapangan banyak komplain ternyata tinggi sekali. Lalu ada fenomena fintech legal ilegal. Yang legal di bawah OJK ambil inisiatif. Tak mau jadi seperti ilegal yang menawarkan 1%, 2% (per hari)," ujarnya, dalam momentum yang sama.

Akhirnya, para penyedia pinjaman atau pinjol legal pun menetapkan bunga 0,8% dalam rangka melindungi konsumen. Menurutnya, jangan sampai pinjol ilegal aji mumpung dengan aturan yang membebaskan besaran bunga.

"Dari waktu ke waktu juga sama. 0,8% di-challenge terlalu tinggi. Kemudian tahun lalu kita insiatif dalam rangka sejalan dengan efisiensi di industri ini. Dari 0,8% turunkan jadi 0,4%. Risikonya ada segmen hilang. Dari teman-teman kami yang dulu bisa pinjam Rp 300-400-700 ribu. Sekarang sudah nggak bisa dilayani. Kami dengan 0,4%. Hanya bisa melayani paling kecil Rp 1 juta," katanya.

Kuseryansyah mengatakan, hal ini menyebabkan masyarakat kini tak bisa meminjam di bawah angka Rp 1 juta, padahal pinjaman di bawah angka tersebutlah yang segmentasinya paling besar. Ia juga menegaskan kembali, keberadaan pinjol legal ini dimaksudkan untuk dapat menjangkau masyarakat kecil yang belum terjamah bank sehingga kesulitan untuk mencari pinjaman yang aman. Oleh karena itulah, aturan penetapan bunga maksimum ini dibuat juga untuk melindungi konsumen.

Sebagai tambahan informasi, sebelumnya KPPU merilis berita tentang adanya temuan kartel bunga pinjol. KPPU pun menyelidiki keterlibatan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Dikutip dari keterangan pada situs KPPU, Kamis (5/10/2023), wasit persaingan usaha ini segera membentuk satuan tugas untuk menangani persoalan tersebut. Proses penyelidikan awal akan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 14 hari terhitung sejak keputusan pembentukan satuan tugas.

(shc/kil)

Hide Ads