Investasi ke startup Indonesia anjlok 87% pada paruh pertama 2023 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Nilainya dari US$ 3,3 miliar menjadi hanya US$ 400 juta dan membuat Indonesia turun peringkat menjadi di bawah Vietnam hingga Singapura.
Managing Director Google Indonesia Randy Jusuf mengatakan kondisi itu terjadi karena berbagai tantangan yang dihadapi mulai dari koreksi valuasi, ketidakpastian profitabilitas di beberapa perusahaan, hingga kurang kondusifnya situasi pasar modal yang dapat menyulitkan investor melakukan exit.
"Pendanaan privat di Asia Tenggara termasuk Indonesia mencapai level terendah dalam enam tahun terakhir, mengikuti tren global yang menunjukkan peningkatan biaya modal dan tantangan di sepanjang siklus pendanaan," kata Randy dalam laporan mengenai e-Conomy SEA Report 2023 di kantornya, Selasa (7/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumlah startup yang memperoleh pendanaan juga turun 66,9% dari 302 menjadi hanya 100 kesepakatan selama semester I-2023. Penurunan nilai investasi ke startup Indonesia merupakan yang tertinggi dibandingkan negara lain di Asia Tenggara.
Meski investor kian selektif dalam menanamkan modalnya, cadangan dana (dry powder) di Asia Tenggara disebut masih menggembung menjadi US$ 15,7 miliar pada akhir 2022, dari US$ 12,4 miliar pada 2021. Hal ini mengindikasikan adanya bahan bakar yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan lebih lanjut ekonomi digital di kawasan ini.
Untuk Indonesia sendiri, penurunan paling kecil terjadi pada pendanaan tahap awal. Layanan keuangan digital tetap menjadi sektor investasi utama karena potensi monetisasinya tinggi. Sektor-sektor baru juga mengalami kenaikan investasi, yang menandakan bahwa investor ingin melakukan diversifikasi portofolio mereka.
"Ekonomi digital Indonesia terus menawarkan peluang investasi yang menarik karena fundamentalnya yang kuat, seperti pertumbuhan populasi tenaga kerja, peningkatan pendapatan konsumen, dan ekosistem startup teknologi yang dinamis," kata Head of Southeast Asia Temasek, Fock Wai Hoong.
"Temasek tetap optimistis terhadap masa depan ekonomi digital Asia Tenggara dan akan terus mengerahkan modal katalisator untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif sehingga semua generasi dapat mencapai kesejahteraan," tambahnya.
Menurut laporan e-Conomy SEA terbaru yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, diperlukan perluasan partisipasi digital untuk memicu pertumbuhan lebih lanjut. Indonesia disebut telah mencatatkan kemajuan signifikan dalam partisipasi digital selama beberapa tahun terakhir, termasuk dengan adopsi QRIS serta peningkatan penggunaan transfer bank dan kartu kredit yang membuat pembayaran digital lebih mudah.
Di Indonesia, jumlah pembelanjaan dari pengguna bernilai tinggi (High-Value User, HVU) tercatat 6,8x lebih besar jika dibandingkan non-HVU, khususnya untuk hal-hal seperti perjalanan dan bahan makanan. Indonesia juga memiliki rasio pembelanjaan HVU tertinggi untuk sektor perjalanan di Asia Tenggara, yaitu 10,4x lebih tinggi dibandingkan non-HVU.
(aid/das)