Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah resmi menurunkan besaran bunga layanan Fintech P2P Lending alias pinjaman online (pinjol). Langkah ini selaras dengan terbitnya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) No.19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).
Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom CELIOS, Nailul Huda mengatakan, dirinya menyambut baik langkah tersebut. Namun ia mewanti-wanti, agar informasi yang disampaikan ke masyarakat transparan. Jangan sampai malah ada biaya tersembunyi di baliknya.
"Penawaran yang lebih kompetitif ini juga harus diimbangi dengan informasi yang sempurna ke masyarakat. Jangan sampai ada biaya-biaya tersembunyi yang menjadikan bunga pinjaman lebih besar berkali-kali lipat," katanya, kepada detikcom, ditulis Kamis (16/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan penyebutannya adalah 9 persen per bulan. Bukan 0,3 persen per hari. Sehingga calon borrower bisa membandingkan bunga yang ditawarkan oleh pihak lainnya," sambungnya.
Adapun OJK menurunkan bunga pinjol konsumtif dari yang semula 0,4% per hari menjadi 0,3% per hari mulai 2024. Besaran ini pun akan diturunkan secara bertahap, di mana pada 2025 turun menjadi 0,2% per hari dan di 2026 menjadi 0,1% per hari. Sedangkan untuk yang produktif turun jadi 0,1% per hari di 2024 dan menjadi 0,067% per hari di 2026.
"Saya pribadi menyambut positif pengaturan roadmap termasuk suku bunga/biaya manfaat dari pinjol karena seiring dengan langkah melindungi konsumen. Konsumen akan mendapatkan tawaran bunga yang jauh lebih kompetitif dari platform pinjol," ujar Huda.
Selain itu, Huda juga menilai Roadmap Pinjol yang belum lama ini diterbitkan OJK juga akan menciptakan rules yang jelas untuk pemain fintech P2P Lending yang kemarin diterpa isu kartel KPPU. Salah satunya, yakni perlunya pengaturan mengenai evaluasi penentuan suku bunga ini 3 bulan sekali dengan pemangku kepentingan seperti asosiasi pelaku usaha pinjol.
"Apakah memang perlu diturunkan atau justru menurunkan penyaluran dana dari investor ritel. Karena pada hakikatnya P2P Lending ini memfasilitasi investor ritel juga yang harus diberikan bunga pengembalian yang kompetitif. Termasuk penyaluran ke borrower yang sektor produktif dimana pasti akan susah dengan bunga yang relatif terbatas," jelasnya.
Di sisi lain, Pengamat Teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menilai, bunga tersebut masih terbilang terlalu besar. Menurutnya, idealnya besaran bunga pinjol sekitar 2-3 kali lipat dari suku bunga Bank Indonesia. Katakanlah, suku bunga BI di 6%, maka idealnya bunga pinjol di kisaran 12-18% per tahun.
"Angka 0,1% per hari jangan dilihat per harinya, tapi lihat per bulannya. Jadi kalau per bulannya sekitar 3%, per tahun itu sekitar 36%. Padahal suku bunga BI berapa? Kan sangat jauh. Jadi memang perlu ada upaya dan diatur agar bunga pinjol ini menjadi lebih rendah lagi," kata Heru, dihubungi terpisah.
Dengan kata lain, Heru menyebut besaran bunga pinjol 36% per tahun itu sama dengan 6 kali bunga BI. Menurutnya, apabila bunga masih terlalu tinggi, pengembalian dana bisa-bisa terus bermasalah.
"Bunga tinggi ini pasti juga akan berimbas pada pengembalian yang bermasalah. Karena kita tahu juga duit yang disebar pinjol dan belum kembali ini jumlahnya triliunan. Kita berharap, udahlah nggak usah ambil untung besar-besar. Tapi memang pengembaliannya lancar. Dengan ini juga bisnis jadi lebih lancar lagi," jelasnya.
Simak juga Video: Gegara Terlilit Pinjol, Pria di Jogja Rampok Rumah Temannya