Berharap Pada Ketentuan Baru Fintech Lending

Kolom

Berharap Pada Ketentuan Baru Fintech Lending

Piter Abdullah Redjalam - detikFinance
Kamis, 04 Apr 2024 10:30 WIB
DANA Masuk dalam Daftar 100 Fintech CB Insights 2023
Direktur Eksekutif Segara Research InstitutePiter Abdullah Redjalam (Foto: dok Istimewa)
Jakarta -

Gelombang permasalahan pinjaman online (pinjol) khususnya pinjol ilegal sempat membuat kegaduhan dalam sistem keuangan nasional. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan ikut memberikan komentar agar permasalahan pinjol ilegal segera ditangani sehingga tidak lagi merugikan dan menjadi kekhawatiran masyarakat.

Pinjol ilegal memang sebenarnya lebih merupakan tindakan kriminal yang menjadi ranah penegak hukum, bukan ranah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator dan pengawas lembaga keuangan. Saya selalu menyatakan bahwa tanggung jawab OJK hanya pada lembaga-lembaga keuangan, termasuk pinjaman online legal (fintech P2P lending/fintech lending) yang mendapatkan izin dan diawasi oleh OJK.

Kasus-kasus pinjol ilegal, yang artinya tidak mendapatkan izin dan juga tidak mendapatkan pengawasan dari OJK, yang kemudian melakukan tindakan fraud seharusnya tidak bisa seluruh tanggung jawabnya ditimpakan kepada OJK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kalau kemudian OJK ikut menindaklanjuti semua permasalahan pinjol termasuk yang ilegal menurut saya lebih didorong oleh keinginan OJK untuk membangun industri fintech lending yang lebih baik.

Kasus-kasus fintech lending dalam perkembangannya tidak hanya terjadi pada pinjol ilegal. Beberapa fintech lending legal yang mendapatkan izin dan pengawasan OJK ternyata juga mengalami banyak masalah dan menjadi sorotan publik. Perkembangan ini menuntut respons cepat dari OJK bagaimana menata industri fintech lending agar kasus-kasus serupa yang merugikan masyarakat tidak terjadi lagi.

ADVERTISEMENT

Respons cepat OJK menata industri fintech lending terlihat terutama dalam dua tahun terakhir. Pada tahun 2022, tepatnya pada 15 Juli 2022 OJK menerbitkan POJK Nomor 10/POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).

POJK LPBBTI bertujuan untuk mengembangkan industri keuangan yang dapat mendorong tumbuhnya alternatif pembiayaan, mempermudah dan meningkatkan akses pendanaan bagi masyarakat dan pelaku usaha melalui suatu layanan pendanaan berbasis teknologi informasi.

POJK ini juga merupakan penyempurnaan dari POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK 77/2016) dalam rangka mengakomodasi perkembangan industri yang cepat dan lebih kontributif serta memberikan pengaturan yang optimal pada perlindungan konsumen. Dengan berlakunya POJK No. 10 tahun 2022, maka POJK No. 77 tahun 2016 dinyatakan tidak lagi berlaku.

POJK No.10 tahun 2022 tentang LPBBTI antara lain mengatur bahwa penyelenggara LPPBTI harus didirikan dalam bentuk badan hukum perseroan terbatas dengan modal disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp 25 miliar. Sementara sebelumnya berdasarkan POJK No. 77 tahun 2016, penyelenggara LPPBTI boleh didirikan oleh badan hukum bukan perseroan terbatas, dengan modal disetor minimal Rp 1 miliar pada saat pendaftaran.

Lanjut ke halaman berikutnya

Selanjutnya pada tahun 2023, OJK mengeluarkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI/Fintech Lending) 2023-2028. Dengan adanya roadmap tersebut diharapkan segenap stakeholders di industri fintech lending bisa memiliki panduan yang jelas dalam mencapai visi bersama mewujudkan industri fintech lending yang sehat, berintegritas, berorientasi pada inklusi keuangan dan penguatan pelindungan konsumen.

Salah satu fokus OJK pada roadmap fintech lending ini adalah mendorong pembiayaan pada sektor produktif dan UMKM yang diharapkan bisa membantu perekonomian nasional.

Roadmap LPBBTI membagi periode pelaksanaan roadmap menjadi tiga fase yaitu Fase 1 (2023-2024) Penguatan Fondasi, Fase 2 (2025-2026) Konsolidasi dan Menciptakan Momentum serta Fase 3 (2027-2028) Penyesuaian dan Pertumbuhan. Target pertumbuhan pangsa pembiayaan ke sektor produktif dan UMKM pun diharapkan terus bertumbuh yaitu 30-40% pada Fase 1, 40-50% pada Fase 2, dan 50-70% pada Fase 3.

Bersamaan dengan dikeluarkannya Roadmap LPBBTI, OJK juga sekaligus mengumumkan diterbitkannya Surat Edaran OJK Nomor 19/SEOJK.05/2023 tentang Penyelenggaraan LPBBTI. Regulasi terbaru dari OJK ini, salah satunya mengatur mengenai manfaat ekonomi atau tingkat bunga yang sangat ditunggu oleh masyarakat luas.

Dengan adanya SE OJK No 19 tahun 2023 besaran bunga fintech lending termasuk juga bunga fintech lending dibatasi menjadi 0,1% hingga 0,3% per hari. Sebelumnya batas maksimal bunga harian pinjol ditetapkan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) yaitu sebesar 0,4% per hari.

Tidak berhenti di situ, pada awal tahun 2024 ini OJK kembali mengeluarkan aturan terbaru sebagai turunan dari POJK Nomor 10/POJK.05/2022 Tentang LPBBTI. Aturan itu adalah Surat Edaran OJK Nomor 1/SEOJK.06/2024 Tentang Tata Cara dan Mekanisme Penyampaian Data Transaksi Pendanaan dan Pelaporan Penyelenggara LPBBTI.

Surat Edaran yang mulai berlaku 1 Juli 2024 ini mengatur antara lain mengenai kewajiban bagi penyelenggara LPBBTI untuk menyampaikan data transaksi pendanaan dengan benar dan lengkap kepada pusat data fintech lending OJK yang paling sedikit memuat informasi pengguna, informasi transaksi pendanaan, dan informasi kualitas pendanaan.

Aturan ini sangat berguna bagi OJK dalam melaksanakan pengawasan terhadap semua penyelenggara LPBBTI yang pada akhirnya akan meningkatkan perlindungan terhadap nasabah atau konsumen fintech lending.

Harapan dan Tantangan

Kita harus mengapresiasi Langkah-langkah cepat yang diambil OJK. Saat ini sudah ada roadmap pengembangan fintech lending. Berbagai aturan juga semakin lengkap. Perkembangan ini memunculkan harapan besar bahwa fintech lending akan menjadi salah satu pilar keuangan digital yang mampu membantu mengakselerasi investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Meskipun demikian masih banyak tantangan yang tidak mudah. Apa yang sudah dilakukan oleh OJK lebih banyak di sisi supply agar industry fintech lending bisa lebih tertata dan mudah diawasi. Namun demikian permasalahan fintech lending tidak hanya ada pada sisi supplai.

Permasalahan pinjol ilegal misalnya. Maraknya pinjol ilegal salah satu penyebabnya adalah adanya permintaan yang tinggi dari masyarakat yang terdesak membutuhkan dana cepat. Sementara di sisi lain sistem keuangan kita belum bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakat tersebut.

Proses pencairan dana di berbagai lembaga keuangan kita masih cukup lama dengan berbagai persyaratan yang sulit dipenuhi oleh masyarakat. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan keuntungan dengan menawarkan proses cairnya dana yang lebih cepat.

Tantangan dan permasalahan dalam membangun industri fintech lending tentu tidak akan ada habisnya. OJK telah menjawab tantangan dan menyelesaikan permasalahan tersebut secara persistent. Berbagai ketentuan/regulasi yang dikeluarkan oleh OJK memberikan harapan akan masa depan industri fintech lending. OJK layak mendapatkan apresiasi dan dukungan.


Direktur Eksekutif Segara Research Institute
Piter Abdullah Redjalam




(ang/ang)

Hide Ads