Fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) merupakan salah satu lembaga keuangan yang turut berada di bawah pengawasan ketat Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Per Juni 2025, ada sebanyak 96 perusahaan pinjol legal yang diawasi OJK.
Namun pada praktiknya, pinjol seringkali disalahgunakan oleh para debitur. Alih-alih digunakan untuk keperluan mendesak atau modal usaha, akses pembiayaan pinjol malah digunakan untuk kebutuhan konsumtif. Akibatnya, banyak debitur yang memutuskan gagal bayar dan masuk dalam daftar hitam OJK.
Tak jarang pula debitur yang mengajukan pinjaman ke pinjol lain untuk melunasi tagihan di perusahaan lain. Lantas, apakah bisa mengajukan pinjaman ke perusahaan lain untuk membayar tagihan di pinjol sebelumnya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada prinsipnya, meminjam lebih dari satu perusahaan pinjol diperbolehkan oleh OJK. Namun per 31 Juli mendatang, perusahaan pinjol ini akan masuk dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK. Sistem ini memuat detail penting seperti identitas debitur, informasi kredit, jumlah pinjaman, agunan, penjamin, dan yang terpenting, kemampuan membayar cicilan.
OJK membatasi jumlah pinjol yang dapat diakses individu. Hal ini dilakukan untuk memperkuat mitigasi risiko gagal bayar dan meningkatkan jumlah penerima dana (borrower). Ketentuan tersebut masuk dalam Surat Edaran OJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
Dalam aturan ini, borrower hanya diperbolehkan meminjam di tiga platform pinjol. Begitu juga sebaliknya, perusahaan pinjol dilarang memberi pembiayaan kepada nasabah yang terdaftar di tiga platform.
"Penyelenggara harus memastikan bahwa Penerima Dana tidak menerima Pendanaan melalui lebih dari 3 (tiga) Penyelenggara, termasuk Penyelenggara yang bersangkutan," bunyi SPOJK pada bagian Mekanisme Penyaluran dan Pelunasan Pendanaan.
Apa Risiko Terlilit Pinjol?
Dikutip dari laman resmi yang dikelola Bank Mega, terdapat enam risiko mengintai individu atau karyawan yang terlilit pinjol. Berikut rinciannya:
1. Bunga dan Biaya Administrasi yang Tinggi
Pinjol sering kali menawarkan bunga dan biaya administrasi lebih tinggi dibanding lembaga keuangan konvensional. Hal ini terjadi lantaran pinjol tidak memuat persyaratan agunan. Bunga tinggi diambil sebagai kompensasi atas risiko peminjam. Akibatnya, utang akan semakin besar jika pembayaran tertunda.
2. Ketergantungan pada Utang
Kemudahan akses pembiayaan pinjol membuat individu menumpuk utang. Siklus ini akan mendorong individu melunasi utang tagihan lama dengan utang baru yang dampaknya akan memperburuk kondisi finansial.
3. Ancaman terhadap Data Pribadi
Jika pengajuan pinjol dilakukan pada lembaga keuangan ilegal, potensi adanya penyalahgunaan data pribadi akan semakin besar. Pasalnya, pinjol ilegal sering mengakses kontak, foto, dan informasi pribadi lainnya. Tak jarang pula data peminjam digunakan petugas penagih untuk menekan debiturnya melalui intimidasi atau dipermalukan.
4. Dampak Psikologis dan Stres
Beban utang yang tinggi disertai tekanan penagih dapat memicu stres, kecemasan, hingga gangguan mental. Kondisi ini tidak hanya mengganggu kesehatan, melainkan juga produktivitas kerja.
5. Penurunan produktivitas kerja
Persoalan finansial yang disebabkan oleh pinjol dapat mengganggu konsentrasi dan fokus seorang karyawan. Dalam kondisi stres, penurunan kualitas kerja, absensi, dan bahkan konflik dengan rekan kerja. Akhirnya, hubungan dengan atasan juga dapat terganggu jika kualitas kerja terus menurun.
6. Mengganggu Perencanaan Keuangan
Pinjol dapat menghambat individu dalam merencanakan keuangan jangka panjang. Sebagian besar pendapatan digunakan untuk membayar cicilan dan bunga, sehingga sulit untuk menabung, berinvestasi, atau memenuhi kebutuhan lainnya.
Tonton juga "Kurangi Risiko Galbay, Score Credit Masuk ke Slip Gaji?" di sini":
(kil/kil)