Bitcoin mencatat kapitalisasi pasar hingga US$ 3,67 triliun atau sekitar Rp 59,68 kuadriliun (asumsi kurs Rp 16.262). Capaian ini terjadi usai harga aset kripto itu mencetak sejarah untuk pertama kalinya, yakni menjadi US$ 123.000.
Posisi ini menjadikan bitcoin sebagai aset paling bernilai di dunia, menggeser Google dan menempati posisi keenam global. Kenaikan ini dipicu oleh kombinasi arus masuk besar ke ETF Bitcoin, peningkatan minat institusi, hingga ekspektasi pasar terkait regulasi di Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data Farside Investors, ETF Bitcoin spot di AS mencatat arus masuk hingga US$ 1,17 miliar dalam satu hari. Angka ini menjadi yang terbesar kedua sepanjang sejarah untuk ETF kripto.
Sementara BlackRock, memimpin dengan iShares Bitcoin Trust (IBIT) senilai US$ 448 juta, disusul Wise Origin Bitcoin Fund milik Fidelity sebesar US$ 324 juta. Total dana yang terkumpul di ETF Bitcoin spot kini melampaui US$ 50 miliar.
Vice President INDODAX, Antony Kusuma, mengatakan, ETF Bitcoin dapat membeli Bitcoin dalam jumlah sangat besar, sedangkan Bitcoin yang ditambang jumlahnya sedikit. Penambang hanya bisa menghasilkan puluhan juta dolar per hari.
"Tapi ETF bisa beli lebih dari US$ 1 miliar dalam satu hari. Jika permintaan jauh lebih besar daripada pasokan, wajar kalau harga terus naik dan mencetak rekor baru," ungkap Antony dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/7/2025).
Menurutnya, fenomena ini menunjukkan pasar kripto menjadi instrumen yang menarik bagi investor ritel. Bahkan sekarang, terang Antony, pemain besar seperti BlackRock dan Fidelity masuk dengan dana triliunan rupiah.
"Dengan adanya ETF, mereka tidak perlu lagi repot menyimpan Bitcoin atau Ether sendiri. Cukup beli ETF seperti beli saham, dan ini membuat kripto jadi bagian dari pasar keuangan utama, bukan lagi dianggap eksperimen," ungkapnya.
Antony menegaskan, tren ini didukung oleh regulasi yang semakin jelas di sejumlah negara besar.Kejelasan regulasi ini memberi sinyal, aset kripto semakin diakui. Bahkan menurutnya, kejelasan regulasi ini dapat mendorong harga Bitcoin dan Ether bertahan di level tinggi atau naik lebih tinggi.
Namun, ia mengingatkan investor agar tetap bijak mengingat harga tinggi tidak berarti harus membeli. Menurutnya, investor perlu menerapkan strategi investasi yang aman.
"Seperti beli bertahap (Dollar-Cost Averaging), agar risiko terkendali. Karena meskipun prospeknya cerah, kripto tetap mengalami fluktuasi," tutup Antony.
Lihat juga Video: Harga Bitcoin Sentuh Rp 1,8 M, Apa Penyebabnya?
(acd/acd)