Bangladesh - Petani di Bangladesh menghidupkan kembali praktik pertanian terapung. Hal ini untuk memastikan ketahanan pangan masyarakat di tengah perubahan iklim.
Foto Bisnis
Begini Cara Bangladesh Siasati Ketahanan Pangan

Murshida Begum (35) dan suaminya Mohammad Ibrahim (48), memuat bola bibit ke perahu untuk ditanam di pertanian terapung mereka, di rumah mereka di distrik Pirojpur, Bangladesh, 16 Agustus 2022.
Saat musim hujan dan lahan kering langka, para petani menanam bibit tanaman dan sayuran di rakit apung yang dibuat dari eceng gondok invasif.
Pertanian terapung ini dibuat untuk memastikan ketahanan pangan masyarakat Bangladesh yang dapat kehilangan lebih dari sepersepuluh daratannya dalam dua dekade karena kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim.
Adapun tanaman yang ditanam berupa sayuran dan buah-buahan termasuk mentimun, lobak, pare, pepaya, dan tomat. Sebagian besar dijual sebagai anakan.
Rakit yang dianyam dari batang eceng gondok, menyediakan jalur kehidupan bagi keluarga selama musim hujan yang semakin ekstrem, ketika lahan kering sangat langka.
Teknik berusia 200 tahun ini awalnya diadopsi oleh petani di wilayah tersebut selama musim banjir, yang biasanya berlangsung sekitar lima bulan setiap tahun. Namun saat ini, daerah tersebut tetap berada di bawah air selama delapan hingga 10 bulan dan lebih banyak lagi daratan yang tergenang air.
Pendekatan tersebut, yang sekarang dipraktikkan oleh sekitar 6.000 petani subsisten di seluruh barat daya yang berawa, mungkin terbukti penting karena perubahan iklim membuat permukaan laut lebih tinggi dan membuat monsun lebih tidak menentu.Β Pertanian terapung sekarang mencakup total 157 hektare (ha) di distrik Pirojpur, dengan 120 ha di Nazirpur yang diperluas dari 80 ha lima tahun lalu.
Petani menjual sayuran, buah-buahan, dan bibit kepada tengkulak di pasar terapung dua mingguan di kawasan sungai Belua, Pirojpur.
Antara tahun 2000 dan 2019, Bangladesh berada di peringkat ketujuh dalam daftar negara yang paling terpukul oleh perubahan iklim, menurut Indeks Risiko Iklim Global 2021 yang diproduksi oleh lembaga nirlaba Germanwatch.