Jakarta - Ibu Kota Jakarta masih menjadi magnet bagi para pencari kerja. Hal itu pula yang membuat Jakarta semakin padat penduduknya. Masih kah layak dihuni?
Foto Bisnis
Hiruk Pikuk Jakarta di Tengah Anggapan Kota Tak Layak Huni
Suasana ibu kota Jakarta, Rabu (7/6/2023). Besaran biaya hidup di setiap kota berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari tingkat kemajuan daerah, minat wisata, dan yang terpenting gaya hidup.

Makin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut, maka harga kebutuhan pokok di wilayah itu juga turut tinggi. Karena itu sebagai ibu kota negara, biaya hidup di DKI Jakarta harus diakui memang lebih tinggi dibandingkan kota-kota besar lainnya.
Perencana keuangan Finansia Consulting Eko Endarto menilai memiliki gaji di kisaran UMP DKI Jakarta tahun 2023 sebesar Rp 4,9 juta sudah cukup. Sebab menurutnya, tingkat kelayakan hidup seseorang bukan dinilai dari pemasukan yang didapat, melainkan cara mengelola keuangan.
Selain biaya hidup tinggi, Jakarta juga menjadi ibu kota dengan tingkat polusi yang tinggi.
Belakangan ini pemberitaan di beberapa media sering memunculkan berita tentang Jakarta yang disebut-sebut sebagai kota besar dengan tingkat polusi tertinggi nomor satu di dunia. Artinya udara di kota Jakarta sudah tidak sehat lagi.
Penyebab utama polusi udara kota Jakarta bisa seburuk sekarang adalah karena tingginya volume asap kendaraan.
Kepadatan penduduk yang tinggi, dikatakan bahwa berdasarkan data jumlah penduduk kota Jakarta adalah sebanyak 11 juta jiwa dan merupakan tiga kali lipat dari penduduk kota Surabaya yang hanya sekitar 3 juta jiwa.
Selain itu harga rumah di kota Jakarta juga sangatlah tinggi, harga-harga yang ditawarkan begitu fantastis sehingga membuat sebagian orang tidak memiliki tempat tinggal di Jakarta.
Atas dasar inilah, maka dapat diketahui bahwa terdapat indikator bagi sebuah kota dikatakan layak atau tidak untuk dihuni. Seperti indeks ketersediaan sarana kebutuhan dasar, fasilitas publik, ketersediaan ruang publik, keamanan, dukungan fungsi ekonomi, sosial dan budaya, serta sanitasi.
Faktanya dapat dikatakan bahwa kota Jakarta telah memenuhi keenam indikator tersebut namun secara kualitas rata-rata kota Jakarta berada pada tingkat terendah. Artinya kita masih bisa tinggal di Jakarta namun dengan kondisi kurang nyaman.