Direktur Eksekutif Indotextiles, Redma Gita Wirawasta mengatakan, tekanan yang didapat industri pemintalan tidak hanya pada minimnya suplai serat rayon namun juga pada harga serat rayon yang dibebankan kepada mereka.
"Setelah lonjakan harga yang terjadi pada harga kapas, industri pemintalan kembali tertekan oleh sulitnya memperoleh serat rayon. Meskipun Indonesia merupakan produsen serat rayon ketiga dunia dengan produksi total sekitar 380 ribu ton per tahun, tidak menjamin kebutuhan industri pemintalan dapat terpenuhi," ujar Redma dalam siaran pers, Senin (24/1/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Data analisa lembaga riset pertekstilan nasional, Indotextiles memperlihatkan porsi penjualan ekspor dari total produksi rayon nasional terus naik dari 29,7% di 2007 menjadi 38,7% di 2008, 43,9% di 2009, hingga menjadi 45,8% di 2010 dan menurunkan share penjualan di dalam negerinya.
"Harga jual ekspor rayon lebih murah dibanding harga jual ke pasar domestik," tegas Redma.
Data olahan Indotextiles mencatat ada perbedaan harga jual per kilogram sekitar 5 sampai 18 cent dolar di mana harga jual ke dalam negeri lebih mahal dibanding harga jual ekspor. Sedangkan harga serat rayon impor justru lebih mahal 13 hingga 44 cent dolar per kilogram dari harga di dalam negeri.
"Memang sedikit aneh jika produsen memprioritaskan pada penjualan ekspor dengan harga yang lebih rendah, namun yang pasti kondisi ini menggerus daya saing benang rayon kita," jelas Redma.
Di pasar Amerika Serikat yang menjadi salah satu pasar utama benang rayon, market share benang rayon Indonesia turun dari 49% di 2009 menjadi 45% di 2010.
Meskipun ekspor rayon Indonesia mengalami pertumbuhan sekitar 38%, namun kalah jauh jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekspor India 143%, Spanyol 152%, China 80%, Taiwan 180%, dan Thailand 65%, mengingat pertumbuhan impor Amerika Serikat yang mencapai hampir 50%.
"Artinya pangsa pasar kita di Amerika Serikat diambil negara lain belum lagi di Eropa dan di negara tujuan ekspor lainnya," tegasnya.
Untuk kembali meningkatkan produk benang rayon, pihaknya menyarankan pemerintah memberlakuan kuota ekspor serat rayon seperti yang dilakukan oleh China dan India pada komoditi kapasnya.
"Hampir semua negara mengatur ekspor bahan bakunya dan mengupayakan proses hilirisasi agar lebih bernilai tambah, jika industri pemintalan kekurangan bahan baku karena rayonnya terus diekspor maka tidak akan terjadi proses hilirisasi dan pertambahan nilai yang lebih baik," tegasnya. (dnl/ang)