Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Jabodetabek Tenggono Chuandra Phoa mengatakan, Industri mebel dan kerjainan rotan nasional saat ini menghadapi masalah persaingan global yang sangat berat.
"Ini karena semakin kuatnya China yang mendominasi di hampir semua jenis produk mebel kelas bawah dan kelas premium. Dan juga Vietnam sebagain produsen mebel yang tangguh di pasar global," jelas Tenggono dalam siaran pers yang dikutip, Sabtu (8/10/2011).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat ini China dan Vietnam justru tampil menjadi kompetitor Indonesia dan telah mampu menjual produk barang jadi rotan dengan harga yang lebih murah," kata Tenggono.
Dikatakan Tenggono, pihaknya meminta pemerintah untuk mendukung industri rotan mebel dan kerajinan rotan dalam negeri dengan mencabut izin ekspor bahan baku rotan. Karena kebijakan ini membuat bahan baku dapat diakses dengan mudah oleh pesaing utama Indonesia yakni China dan Vietnam.
"Mengekspor bahan baku rotan sama dengan memberi peluru kepada musuh!" kata Tenggono.
Selain itu, penyelundupan rotan juga masih terjadi secara besar-besaran di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. Akibat penyelundupan dan pembukaan keran ekspor rotan ini, sentra industri mebel dan kerajinan rotan nasional di Jepara, Jawa Tengah, Tangerang Banten, Lampung, Palembang, Surabaya dan wilayah lain kesulitan pasokan bahan baku.
Para perajin dan pengusaha rotan ini mempertanyakan kebijakan ekspor bahan baku rotan oleh pemerintah. karena mereka telah bersusah payah mengembangkan sentra-sentra industri basis rotan yang pangsa ekspornya besar.
"Jauh lebih baik mengembangkan barang jadi rotan nasional daripada mendukung berkembangnya industri barang jadi rotan di negara pesaing Indonesia dengan mengekspor bahan baku rotan yang berakibat melemahkan industri barang jadi rotan Indonesia di mana pangsa pasar rotan Indonesia dirampok oleh negara kompetitor," tegas Tenggono.
Menurut Tenggono ada tiga kegagalan pemerintah akibat membuka keran ekspor rotan ini. Pertama gagal mendatangkan devisa karena pasar mebel rotan telah direbut negara lain. Kedua gagal menjaring pajak ekspor karena lebih banyak yang bocor melalui aksi penyelundupan. Ketiga, gagal melindungi para petani pemetik rotan karena harga rotan yang diterima mereka sangat rendah.
"Selama ini petani pemetik rotan hanya jadi dagangan dari para eksportir bahan baku rotan, padahal nasib mereka selama keran ekspor dibuka tidak pernah baik. Harga di tingkat petani terbukti semakin menurun," kata Tenggono.
(dnl/dnl)