Ia mengatakan hal ini tidak terlepas dari penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang terpangkas 0,7% di tahun depan. Menurut Gita dari geliat ekonomi dunia yang mencapai US$ 70 triliun, dari jumlah itu sebesar US$ 490 milliar terjadi penurunan.
Dengan demikian, kemampuan China yang mampu meraih ekspor per tahun US$ 3-4 triliun maka sudah pasti ada pengalihan pasar baru. Hal ini karena mereka tal lagi bisa mengirim produk-produk ke negara-negara yang selama ini menampung produk China seperti AS maupun Eropa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan bidikan negara lain ke Indonesia merupakan suatu hal yang lazim. Namun ia mengingatkan barang-barang yang masuk itu harus mengikuti peraturan yang berlaku di dalam negeri.
"Seperti 1-2 minggu yang lalu kan kita mengumumkan barang-barang yang tidak mengikuti peraturan dengan pendekatan 3 KL, keselamatan, kesehatan, keamanan dan lingkungan. Apakah dia tidak mengikuti SNI wajib, labeling, keselamatan dan segalanya segalanya. Nah ini harus disikapi, yah itu saya rasa salah satu upaya kita," katanya.
Selain itu, Gita mencontohkan sudah ada upaya konkret dari pemerintah dalam mencegah masuknya barang impor yang bermasalah. Misalnya kementerian pertanian telah memperketat pintu masuk produk hortikultura termasuk buah-buahan hanya di Pelabuhan Belawan, Tanjung Perak, Makassar dan Bandara Soekarno Hatta. Pola semacam ini sebenarnya sudah dilakukan oleh negara-negara maju seperti Australia yang memperketat masuknya ekspor buah-buahan Indonesia ke Negeri Kangguru itu.
"Nah kita harus bisa melakukan hal yang sama, sebetulnya praktek-praktek ini bukan praktek proteksionisme tapi justru praktik-praktik yang bisa meningkatkan perlindungan kita terhadap konsumen dengan pendekatan kesehatan, keselamatan, keamanan dan lingkungan," katanya.
(hen/dnl)