Pabrik Gula Cinta Manis Berhenti, Target Produksi Nasional Terganggu

Pabrik Gula Cinta Manis Berhenti, Target Produksi Nasional Terganggu

- detikFinance
Selasa, 29 Mei 2012 10:05 WIB
ilustrasi foto: dok detikFinance
Palembang - Aksi unjuk rasa disertai dengan pendudukan lahan dan pemblokiran jalan oleh warga di PTPN VII Unit Usaha Cinta Manis di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, terus meluas. Akibatnya, aktivitas pabrik menggiling tebu berhenti total sejak 25 Mei 2012. Target gula nasional sebesar 5,4 juta ton pada 2014 pun terancam tidak dapat terpenuhi.

Selain mengancam produksi gula nasional, stop giling juga merugikan ribuan pekerja yang mengandalkan pendapatan mereka pada mata rantai produksi gula.

“Dengan berhenti giling, bukan hanya perusahaan yang dirugikan, melainkan juga masyarakat dan pekerja yang pendapatannya bergantung dari proses produksi gula di Cinta Manis. Sebagaimana diketahui target gula nasional pada 2014 sebesar 5,4 juta ton,” ujar Sekretaris Perusahaan PTPN VII Sonny Soediastanto, kepada pers di Palembang, Senin (28/05/2012) malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada musim giling yang akan berlangsung selama 6 bulan pada tahun ini, lebih dari 2.500 tenaga kerja tebang dan muat yang terlibat setiap hari. Belum lagi sebanyak 250 armada angkutan truk beserta sopir dan tenaga kerja ikutannya yang terancam menganggur akibat stop giling.

“Banyak yang kehilangan pendapatan dengan berhentinya aktivitas pabrik,” katanya. Termasuk hilangnya peluang pekerja tetap perusahaan yang jumlahnya sekitar 2.000 orang untuk mendapatkan premi. Para pedagang dan masyarakat di sekitar lokasi penghasilannya juga akan menurun akibat menurunnya daya beli dari pekerja dan masyarakat.

Menurut perhitungan, pada setiap musim giling uang yang beredar di lokasi pabrik tak kurang dari Rp 6-8 miliar setiap minggu. Putaran uang tersebut sangat membantu dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional. “Dari dampak itu semua, PTPN VII juga menanggung kerugian yang tak sedikit,” ujarnya.

“Kalau pabrik berhenti, banyak yang kehilangan mata pencaharian dan dikhawatirkan akan menimbulkan kerawanan sosial,” ujarnya. Dengan kehilangan mata pencaharian, juga akan menimbulkan keresahan dan kegalauan yang bisa memicu konflik horizontal antara petani, pekerja, dan masyarakat yang akan merugikan banyak pihak.

Kemudian yang tak kalah penting, kata Sonny, suplai gula nasional juga akan terganggu. Padahal, swasembada gula merupakan program pemerintah dalam industri pangan dan energi untuk mengurangi ketergantungan pada produk impor.

Karena itu, manajemen PTPN VII berharap semua pihak, terutama aparat pemerintah dan aparat keamanan serta para tokoh masyarakat membantu memulihkan situasi dan kondisi agar menjadi kondusif sehingga aktivitas produksi gula bisa kembali dilakukan secepatnya.

“Kami berharap aksi tersebut tidak anarkis dan tidak berkelanjutan, karena bisa mengancam perekonomian masyarakat dan perekonomian daerah,” katanya.

Sonny Soediastanto mengatakan tuntutan warga terhadap lahan perusahaan bisa dimusyawarahkan, meski sebenarnya lahan yang dituntut warga tersebut sebenarnya sudah clear dan perolehannya melalui prosedur yang benar.

Perolehan lahan berdasarkan SK Gubernur Sumsel No. 379/Kpts/I/1981 tanggal 16 November 1981, Perihal Pencadangan Tanah Negara Seluas 20.000 ha untuk Proyek Pabrik Gula di Kecamatan Tanjungraja, Muarakuang, Inderalaya, dan Tanjungbatu, Kabupaten Dati II Ogan Komering Ilir.

Hal itu berdasarkan surat tugas Bupati Kdh. Tingkat II OKI No. AG.210-243/1981 tanggal 10 April 1981 untuk mengadakan inventarisasi tanah, tanam tumbuh, dan bangunan rakyat terhadap lokasi yang akan dibebaskan oleh PTP XXI-XXII (Persero) di Marga Tanjungbatu, Meranjat, Lubukkeliat, dan Marga Rambang IV Suku di Kecamatan Tanjungbatu dan Muarakuang.

Dari hasil inventarisasi itu, tanah rakyat di Rayon III, di Ketiau seluas 374 ha yang ganti ruginya diberikan kepada 133 warga; di Sribandung, Sritanjung, dan Tanjungatap seluas 1.479 ha dan ganti ruginya diberikan kepada 894 warga.

“Jadi lahan milik rakyat yang diganti rugi seluas 1.853 ha dengan jumlah pemilik sebanyak 1.027 orang,” jelasnya. Sedangkan sisanya merupakan tanah negara eks tanah marga. Berdasarkan kronologis tersebut, jelas PTPN VII telah melalui prosedur dalam memperoleh lahan.

(tw/ang)

Hide Ads