Padahal pada periode yang sama tahun lalu Sharp masih mencatat rugi sebesar 424,3 miliar yen (Rp 51,1 triliun). Laba ini bisa diperoleh berkat pertumbuhan omzet serta pemangkasan biaya operasional.
Omzetnya naik 21% menjadi 2,16 triliun yen, terutama berkat tingginya permintaan Indium gallium zinc oxide (IGZO) yang biasa dipakai untuk telepon seluler.
"Kami juga telah mengambil berbagai langkah secara menyeluruh untuk meningkatkan fondasi bisnis perusahaan, termasuk pengurangan total operasional dan jumlah tenaga kerja serta modal untuk investasi," kata Sharp dalam keterangan tertulis yang dikutip AFP, Selasa (4/2/2014).
Sharp juga merivisi omzet satu tahun penuh yang akan berakhir di Maret 2014 ini menjadi 2,9 triliun yen dari sebelumnya hanya 2,7 triliun yen.
Hal yang sama juga terjadi pada prediksi laba operasi yang dinaikkan jadi 100 miliar yen dari proyeksi sebelumnya hanya 80 miliar yen. Sedangkan laba bersih diperkirakan bisa menembus 5 miliar yen.
Sementara Panasonic meraup untung US$ 2,4 miliar di periode yang sama terutama berkat melemahnya nilai tukar yen terhadap dolar AS dan program restrukturisasi perusahaan dalam mengemat biaya operasional.
Laba tersebut diraih setelah tahun lalu Panasonic masih rugi hingga 623,8 miliar yen. Omzet Panasonic tercatat 5,68 triliun yen, naik tipis 4,4%.
"Depresiasi yen memberi kontribusi kepada naiknya omzet," kata Panasonic dalam keterangan tertulis.
Yang Untung Makin Untung
Sementara Hitachi yang selama ini masih mampu pertahankan laba, pada periode yang sama berhasil melipatgandakan labanya menjadi 127,3 miliar yen. Lonjakan labanya sampai 152,7%.
Labanya bisa melonjak berkat lini bisnis lift dan jaringan kereta di luar negeri begitu juga dengan komponen otomotif. Lini bisnis peralatan rumah tangga Hitachi juga tumbuh meski tidak terlalu signifikan.
(ang/dnl)