Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengungkapkan, kampanye hitam yang dilakukan UE tidak dilakukan baru-baru ini saja. Sawit Indonesia mulai diserang isu tidak sedang sejak tahun 1980.
"Ini (kampanye hitam) sudah berlangsung sejak lama yaitu sejak tahun 1980," ungkap Fadhil kepada detikFinance, Rabu (25/3/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Isunya selalu berubah dan berkembang. Awalnya di tahun 1980 adalah isu lingkungan di mana sawit (CPO) kita dituduh tidak sehat karena mengandung lemak jenuh. Kemudian di tahun 1990 berubah menjadi isu lingkungan sepeerti deforestasi dan merusak lingkungan hutan dan sampai sekarang berlangsung. Sekarang ada lagi isu merusak keanekaragaman hayati, pemasan global sampai isu pada orang utan," tuturnya.
Umumnya serangan kampanye hitam dilakukan oleh lembaga sosial masyarat atau semacam Non Government Organization (NGO) bukan negaranya secara khusus.
"Kampanye hitam bukan dari UE dari sudut pemerintahnya. Tetapi NGO baik yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri seperti di UE," jelasnya.
Seperti diketahui, produk sawit atau CPO Indonesia kembali diserang dan ditolak masuk ke negara Uni Eropa melalui berbagai macam kampanye hitam.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi didampingi wakil dari Indonesia Palm Oil Custommer Care serta petani sawit dari Aceh dan Sumatera Utara bahkan minggu lalu (17-18 Maret 2014) harus terbang ke Uni Eropa. Mereka melakukan dialog industri kelapa sawit di Parlemen Eropa Uni Eropa (UE) yang berkedudukan di Brussel, Belgia.
Bahkan Bayu sempat berdebat di Parlemen Eropa mengenai minyak sawit berkelanjutan (sustainable palm oil). Dalam kesempatan itu, Bayu menegaskan bahwa minyak sawit adalah komoditas utama dan penting bagi perekonomian Indonesia. Bayu juga menyampaikan kembali keseriusan dan komitmen penuh Pemerintah Indonesia dalam menerapkan sustainable palm oil.
Menurut data Kementerian Perdagangan, Indonesia adalah pemasok utama kebutuhan CPO ke Eropa. Setiap tahun rata-rata ekspor CPO Indonesia ke Eropa mencapai 3,5 juta ton, sedangkan kebutuhan CPO Eropa mencapai 6,3 juta ton. Malaysia di tempat kedua dengan nilai ekspor mencapai 1,5 juta ton.
(wij/dnl)











































