Tidak banyak maskapai penerbangan berjadwal atau komersil yang mau terbang dari Bandara Halim Perdanakusuma. Salah satu alasannya karena biaya operasional di Halim lebih mahal dibanding di Soekarno Hatta.
Biaya operasional tersebut mencakup biaya pembelian bahan bakar atau avtur, yang mendominasi komponen biaya cukup besar. Harga avtur di Halim Perdanakusuma lebih mahal dibanding Soekarno Hatta, rata-rata disparitas harganya mencapai Rp 500-600/liter.
"Soetta Rp 11.968 rupiah. Di halim 12.640 per liternya," kata Direktur Angkutan Udara Kementerian Perhubungan, Djoko Murdjatmodjo saat ditemui di kantornya, Selasa (13/5/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harga avtur di seluruh Indonesia beda-beda. Kita ada 61 Depo Pelayanan Pesawat Udara (DPPU)," lanjut Djoko.
Dia menjelaskan, yang menentukan perbedaan harga avtur tersebut adalah biaya distribusinya. Karena harga avtur pada dasarnya sama. "Avtur semakin jauh dari refinery semakin mahal, karena ongkos angkutnya itu. Harga avturnya sama," jelas dia
Dia menyebutkan, konsumsi avtur setiap pesawat pun berbeda-beda. Tergantung tipe dan tekonologi dari armada itu sendiri. Semakin baru pesawatnya, pada umumnya semakin hemat avtur yang dibakar.
Selain dari efisiensi mengenai avtur tersebut, biaya lain juga harus dikeluarkan maskapai untuk terbang di Halim. Djoko menyebut, bagi maskapai yang telah memiliki kantor di bandara Soetta otomatis harus memiliki kantor juga jika ingin terbang di Halim. Itu menjadi salah satu perhitungan pertambahan biaya.
"Katakanlah 4 flight di Halim sisanya tetap di Cengkareng, memang akan berakibat kepada tambahan biaya, yang biasanya bisa dihandle oleh staff yang ada di Cengkareng, jadi ditambah," tutupnya.
(zul/ang)