Ada Pabrik Semen 'Hijau' di Tengah Hutan Thailand

Laporan dari Thailand

Ada Pabrik Semen 'Hijau' di Tengah Hutan Thailand

- detikFinance
Jumat, 14 Nov 2014 08:24 WIB
Lampang -

Pendirian pabrik semen di suatu daerah terkadang tidak berjalan mulus. Banyak kekhawatiran soal dampak negatif industri semen, seperti polusi suara dan udara.

Namun hal itu sepertinya tidak berlaku di Siam Cement (Lampang) yang merupakan salah satu fasilitas produksi milik perusahaan semen asal Thailand, SCG. Buktinya, fasilitas ini ada di tengah hutan lindung.

Fasilitas Siam Cement (Lampang) memiliki luas 1.160 hektar. Ini hanyalah sekitar 10% dari total luas hutan lindung yang berada di provinsi Lampang, Thailand.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Surachai Nimlaor, Managing Director Siam Cement (Lampang) Co Ltd, menyebutkan bahwa pihaknya selalu menerapkan pola bisnis berbasis lingkungan.

“Fasilitas produksi kami berada di daerah hutan konservasi. Kami berdedikasi melindungi hutan. Orang Thailand menyebut kami perusahaan yang bersih,” kata Surachai di fasilitas produksi Siam Cement (Lampang), Thailand.

Surachai menjelaskan, ada sejumlah hal ramah lingkungan yang dilakukan perusahaan. Pertama adalah menghasilkan listrik dari limbah produksi di fasilitas Waste Heat Generation (WHG).

“Dulunya panas yang dihasilkan dari proses produksi semen ini terbuang begitu saja. Sekarang bisa menghasilkan listrik, yang kapasitas puncaknya bisa mencapai 8,4 MW,” paparnya.

WHG adalah sistem penghasil listrik ramah lingkungan. Emisi gas rumah kaca turun 300.000 ton CO2 per tahun. Juga bisa mengurangi impor batu bara untuk menghasilkan listrik lebih dari 450.000 ton per tahun.

Elemen kedua adalah penerapan semi-open cut quarry. Artinya, proses penambangan untuk mencari bahan baku semen dilakukan jauh ke tengah tambang, bukan hanya mengekspos permukaan. Ini menjaga lingkungan luar sebagai dinding batas alami.

“Hal ini dapat mencegah kebisinga, debu, dan getaran dari aktivitas penambangan. Juga meminimalkan dampak lingkungan untuk ekosistem dan menjaga pemandangan lingkungan di sekitarnya. Setelah penambangan selesai, SCG berencana untuk merehabilitasi tambah bagi manfaat masyarakat sekitar,” jelas Surachai.

Elemen ketiga adalah pembuatan cekdam sederhana. Disebut sederhana karena hanya berbahan dasar bambu.

Cekdam adalah semacam bendungan yang dibuat di wilayah yang landai. Tujuannya adalah untuk memperlambat laju air dari atas ke bawah.

“Tanpa cekdam, tanah akan hancur jika ada aliran air dari gunung. Tanaman sulit tumbuh. Dengan cekdam, kelembaban terjaga,” kata Surachai.

Di hutan lindung tempat fasilitas Siam Cement (Lampang) berada, demikian Surachai, dulunya sering terjadi kebakaran. Begitu direboisasi, kebakaran datang lagi. Siklus tersebut terjadi berulang-ulang.

Namun sejak proyek cekdam dimulai pada 2003, kasus kebakaran turun drastis. Pada 1999, jumlahnya masih 226 kasus. Namun sejak 2003 terus turun dan akhirnya sejak 2012 angkanya sudah menjadi nol.

“Sejak ada cekdam, hutan bisa regenerasi dirinya sendiri. Ketika dilakukan rehabilitasi dan dibuat cekdam, tanah bisa lebih menyerap air. Walau musim kemarau, temperatur tidak terlalu panas,” tuturnya.

Saat ini, di area fasilitas Siam Cement (Lampang) sudah ada sekitar 50.000 cekdam. Bahkan proyek ini diperluas ke masyarakat sekitar.

Untuk mewujudkan fasilitas produksi yang hijau ini, biaya yang dikeluarkan adalah 1 juta baht setahun atau sekitar Rp 370 juta. Namun, yang dilakukan perusahaan tidak melulu hanya mengeluarkan dana.

“Investasi seperti membangun cekdam lebih banyak kerja secara fisik. Kami ke masyarakat dan membina mereka. Uang bukan yang utama, tapi kerja kami,” katanya.

(hds/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads