Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan mengatakan, ada sejumlah cara yang harus dilakukan agar indonesia bisa swasembada garam sepenuhnya.
"Agar bisa swasembada garam, caranya adalah meningkatkan ladang garam (jumlah dan luasnya), memperlacar aliran air laut ke petak-petak garam, menambah teknologi, dan membangun pabrik baru," jelas Partogi saat ditemui awak media di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (10/12/2014) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu teknologi yang didorong pemanfatannya adalah penggunaan geomembrane. Partogi menjelaskan, geomembrane adalah lapisan plastik tebal berwarna hitam yang dibentangkan di ladang garam yang bermanfaat untuk meningkatkan kecepatan pengkristalan sekaligus meningkatkan kualitas garam yang dihasilkan.
"Pakai geomembrane ini kita bisa menghasilkan garam yang kandungan NaCl-nya 97%. Sudah dicoba di Korea, dan di Indonesia sudah dipakai oleh PT Garam. Nah, ini petani kita juga harus pakai," terangnya.
Dengan proses pengkristalan yang lebih cepat, produksi garam yang dihasilkan pun lebih banyak dibandingkan dengan cara tradisional. "Pakai teknologi ini produksinya bisa 150-200 ton/hektar. Kalau tradisional cuma 70-90 ton/hektar," sebut Partogi.
Namun, menurut Partogi, penerapan teknologi ini harus diimbangi dengan infrastruktur yang memadai. Pasalnya, agar geomembrane berfungsi maksimal diperlukan pasokan air laut yang lebih banyak.
"Makanya tadi saya bilang salah satu strateginya memperlancar aliran air laut ke petak-petak garam. Percuma kan kalau teknologinya sudah ditingkatkan tapi nggak optimal?" tegasnya.
Dengan cara-cara ini, sambung dia, Indonesia bukan hanya bisa meningkatkan volume produksi tetapi juga meningkat kualitas garam. Kejadian gagal panen akibat gangguan cuaca seperti yang terjadi pada 2010 pun dapat diantisipasi agar tidak terulang.
"Kita kan produksi garam sekitar Juli-November. Juli-September saja banyak hujan, bahaya kita. Contohnya seperti 2010, kita hanya mampu memproduksi 30.600 ton. Produktivitas ditentukan iklim. Makanya kalau pakai teknologi, kita produksinya lebih cepat. Yang penting kebutuhan dalam negeri terpenuhi, kalau kelebihan bisa kita ekspor," paparnya.
(dna/hds)











































