Hal ini disampaikan oleh Direktur Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Thamrin Latuconsina saat berdiskusi 'Seminar Penguatan Industri dan Bisnis Gula di Indonesia Tahun 2015' di Wisma Antara, Jakarta, Rabu (18/03/2015).
"Dari 62, 40 pabrik gula kita berusia 100-184 tahun, coba kita bayangkan," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pabrik gula kita sudah tak efisien. Rendemen kita punya tebu itu rendah contoh tebu kita yang dibawa ke Thailand menghasilkan rendemen 11%-12%, dibawa ke Jawa Timur hanya 5%-6%," katanya.
Bila dibandingkan jumlah pabrik gula, Indonesia patut bangga karena jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan negara produksi gula lainnya seperti Thailand hanya memiliki 51 pabrik, Australia 24 pabrik dan paling besar India yang memiliki 684 pabrik gula.
Namun karena faktor usia pabrik yang tua, maka produksi gula di dalam negeri tidak efisien. Operasional pabrik di Indonesia rata-rata hanya 160 hari/tahun sedangkan negara lain 320 hari/tahun.
"Ada sesuatu yang kita lihat ada inefisiensi dalam proses produksi gula kita," tambahnya.
Dampaknya, Indonesia masih beketergantungan gula impor. Gula impor khususnya dibutuhkan oleh kalangan industri yang belum bisa dihasilkan oleh pabrik gula dalam negeri karena spesifikasi khusus yang dibutuhkan.
Ada 2 jenis gula yang biasanya diimpor dari luar negeri untuk keperluan industri yaitu Gula Kristal Mentah (GKM/raw sugar) dan Gula Rafinasi dengan bea masuk masing-masing Rp 550/kg dan Rp 790/kg.
"Gula kristal mentah bagi industri rafinasi, MSG, makanan minuman dan diolah menjadi GKP (Gula Kristal Putih). Lalu ada gula rafinasi untuk bahan baku makanan minuman dan farmasi," jelas Thamrin.
(wij/hen)