Bagi perusahaan sawit yang telah mengupayakan memenuhi ISPO, Kementerian Pertanian (Kementan) akan memberikan beberapa insentif bagi perusahaan sawit yang mengantongi ISPO. Selain itu, perusahaan sawit punya jaminan bahwa produknya dihasilkan dari proses yang berkelanjutan.
“Memang saat ini belum ada insentif. Ini kan regulasi yang harus dipatuhi karena perkebunan sawit kita dicap negatif oleh dunia, jadi mau tidak mau kita wajibkan untuk menghilangkan kesan negatif tersebut. Mereka minta insentif, kita coba usahakan," kata Direktur Tanaman Tahunan Kementerian Pertanian (Kementan) Herdrajat Natawidjaja dihubungi detikFinance, Senin (11/5/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kita sudah usulkan ke Kementerian Keuangan untuk membebaskan BK (bea ekspor) pada sawit yang sudah ISPO. Saat ini sedang menunggu respons Kementerian Keuangan,” katanya.
Selain itu, rencananya bagi perusahaan yang belum memiliki sertifikat ISPO, perusahaan sawit tersebut tidak akan bisa mengekspor produk CPO-nya ke luar negeri.
“Ini kan kebutuhan yang kita fasilitasi. Pada 2016 mendatang, negara-negara Eropa mengharuskan ekspor CPO harus dari perusahaan yang telah sustainable. Nah kita fasilitasi dengan ISPO ini untuk bisa masuk ke negara-negara tujuan ekspor,” ujar Drajat.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Gamal Nasir mengatakan, pihaknya tengah mengupayakan perbaikan harga CPO di pasar komoditas.
“Sekarang kan belum ada disparitas harga antara yang belum dan sudah ISPO. Tapi yang jelas pasar dunia ke depan menuntut CPO harus dari perusahaan yang berkelanjutan,” ungkap Gamal
Perusahaan yang pengelola pabrik kelapa sawit (PKS) juga dilarang untuk menerima bahan baku tandan sawit dari kebun yang belum bersertifikat ISPO. Aturan ini membuat perusahaan yang tidak memiliki PKS tidak bisa menjual tandan sawit produksinya.
“Wajib menerima bahan baku dari kebun yang sudah ISPO paling lambat 2 tahun,” kata Gamal.
Pemerintah memunculkan sertifikat sawit ala Indonesia atau Indonesia Sustainable Palm Oil/ISPO. ISPO diwajibkan untuk seluruh pelaku industri sawit di Tanah Air. Semua pelaku sawit termasuk industri sawit harus sudah memiliki sertifikasi ISPO paling lambat 31 Desember 2014. Namun bila sampai September 2015, perusahaan perkebunan belum mengajukan persyaratan ISPO maka akan dicabut izinnya.
Ketentuan sertifikasi ISPO secara prinsip mulai berlaku tahun 2011 lalu, namun ada proses transisi. Kemudian mulai Maret 2012 menjadi wajib untuk yang sudah siap, dan hingga akhir 2014 berlaku wajib untuk semua pelaku sawit.
Kebijakan ini tertuang, dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.19/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Adanya ISPO sebagai jawaban adanya RSPO yang standar Uni Eropa, namun keberadaan RSPO dianggap terlalu mendikte Indonesia sebagai produsen sawit di dalam negeri dengan berbagai ketentuan baru yang memperketat pelaku usaha sawit. Anggota RSPO selain produsen, juga para stakeholder sawit global termasuk perusahaan konsumen sawit.
(hen/hen)











































