Produsen Kakao, RI Malah Jadi Negara Pengimpor

Produsen Kakao, RI Malah Jadi Negara Pengimpor

Mulya Nurbilkis - detikFinance
Selasa, 09 Jun 2015 16:16 WIB
Jakarta - Para pabrik pengolahan kakao di dalam negeri saat ini harus mengimpor bahan baku kakao untuk industri coklat. Karena pasokan kakao dalam negeri sudah terbatas, akibat lahan yang tak produktif.

Padahal, di Indonesia ada 7 pabrik baru pengolahan kakao yang beroperasi, sehingga permintaan kakao makin tinggi. Sebanyak 6 dari 7 pabrik merupakan perusahaan asing, seperti Nestle dan Cargill. Permintaan kakao naik rata-rata 10%, sedangkan produksi hanya naik 3%.

"Sekarang nggak ada barang, mereka impor bahan baku dari luar, dari Pantai Gading, Ghana, dari lain-lain. Kita bisa lakukan tapi terlambat," kata Ketua Tim Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wanandi di kantor Wapres, Selasa (9/6/2015)

Untuk mengatasi masalah ini, para kepala daerah kaya penghasil kakao (coklat) dikumpulkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di kantor Wapres, siang ini. Mereka membahas soal peningkatan produksi kakao, sejalan tingginya permintaan pasar dalam negeri dan dunia.

Gubernur yang datang antara lain Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang, Gubernur Sulwesi Tengah Longki Djanggola, Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh, Wagub Sumatera Barat Muslim Kasim, Dirut PTPN XII Irwan Basri.

Ia mengatakan, saat ini ada sekitar 800.000 hektar lahan kakao yang produksinya tidak maksimal. Padahal Indonesia menargetkan menjadi produsen kakao No.1 dunia, dengan target peningkatan produksi 2 kali lipat dari saat ini hanya 700.000 ton per tahun.

"Banyak petani yang dulu gagal, tidak ada bibit, tidak penyuluhan, tidak ada pupuknya, macam-macam. Masalahnya itu gampang sekali," kata Sofjan.

Sofjan mengatakan, pemerintah sudah menganggarkan Rp 1,4 triliun untuk revitalisasi lahan kakao. Namun di lapangan masih ada kendala dalam hal pasokan bibit, pupuk, dan penyuluhan.

"Jadi ini diorganisasikan supaya disatukan. Sebab bujet pengeluaran‎ kecil sekali dikeluarkan pemerintah provinsi karena proses macam-macam sehingga tender baru April ini," katanya.

Program revitalisasi ini sehingga akan menopang target peningkatan produksi kakao di dalam negeri.

"Yang dipakai rata-rata cuma 10% dalam 6 bulan pertama ini. Harus dipercepat soal bibit unggul, penyuluhan, dan pupuk untuk hadapi penyakit, serta fermentasi," katanya.

Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang mengatakan, peningkatan produksi kakao harus dilakukan, karena kebutuhan dalam negeri dan dunia terhadap kakao luar biasa.

"Kami-kami khusus diundang peningkatan produksinya. Karena industri tidak seimbang dengan produksi. Industri lebih tinggi sekarang yah, jadi harus diimbangi dengan produksi," katanya.

Beberapa tahun lalu, pemerintah mengeluarkan kebijakan bea keluar kakao agar industri dalam negeri bisa tumbuh, karena ekspor kakao mentah bisa dikurangi. Namun setelah bermunculannya pabrik olahan kakao di dalam negeri, justru tak diimbangi dengan produksi, sehingga sebagian kebutuhan bahan baku kakao untuk industri harus diimpor.

(hen/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads