10 Tahun RI Terlena Jualan Komoditas, Industri Manufaktur 'Terlupakan'

10 Tahun RI Terlena Jualan Komoditas, Industri Manufaktur 'Terlupakan'

Muhammad Idris - detikFinance
Jumat, 11 Sep 2015 15:55 WIB
Malang - Kebijakan ekonomi pemerintah dalam 10 tahun terakhir membuat investor industri manufaktur kabur dari Indonesia. Kebijakan pemerintah terdahulu, yang mengutamakan sektor komoditas sebagai basis ekspor, membuat ekonomi Indonesia terpuruk ketika harga komoditas anjlok di pasar global.

"Sepuluh tahun kita terlena sama harga tinggi CPO (crude palm oil) dan batu bara. Dulu kan banyak kita temukan produk manufaktur, kayak sepatu Adidas made in Indonesia, sekarang banyak tutup. Banyak investor di manufaktur ini seolah diusir pemerintah," ujar Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Goei Siauw Hong ditemui di Hotel Harris, Malang, Jumat (11/9/2015).

Analis yang juga komisaris independen di Bank BUMN tersebut mengatakan, ada 3 orientasi kebijakan pemerintah yang membuat banyak industri manufaktur hengkang dari Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena ekonomi kita dianggap baik, padahal mengandalkan komoditas. Dampaknya infrastruktur untuk sokong manufaktur banyak terabaikan. Akibatnya logistik mahal, dwell time lama, jalan tambah macet, listrik byar-pet, semua ini bikin sektor manufaktur cost tinggi," terang Hong.

Kedua, kata Hong, adalah seringnya demo buruh di Indonesia. "Buruh juga demo terus. Gaji minta mahal tapi produktivitas tidak meningkat, ini gaji sudah nambah tapi masih sama saja. Otomatis cost manufaktur naik terus," tuturnya.

Sementara, alasan terakhir yang membuat banyak manufaktur tutup, adalah buruknya birokrasi yang membuat waktu dan biaya perizinan membengkak.

"Ini bedanya manufaktur sama komoditas. Batu bara sama sawit nggak perlu itu semua. Dapat izin bupati, gali, batu bara tinggal masukan ke tongkang. Langsung jadi uang," ungkap Hong.

Maka ketika harga komoditas jatuh, sambungnya, ketimpangan neraca perdagangan Indonesia langsung terjadi. Di sisi lain, industri manufaktur juga tengah terpuruk sehingga tak banyak membantu.

"Harga komoditas turun jadi nggak balance sama manufaktur. Makanya sekarang infrastruktur dibenerin, agar logistik dan energi murah. Kemudian izin dipangkas lewat deregulasi sama pemerintah, butuh waktu memang. Ada sifting adjusment dari komoditas ke manufaktur," tambah Hong.

(ang/ang)

Hide Ads