Pakar Tekhnik Kimia Universitas Indonesia, Misri Gozan mengungkapkan, pada dasarnya semua garam sama dan bisa dikonsumsi. Hal ini pula yang mendasari garam impor rawan merembes ke pasar di dalam negeri.
"Garam industri dan konsumsi sama-sama (bisa dimakan), hanya beda NaCL. Yang diributkan kan garam meja (konsumsi). Karena garam impor NaCL 97% dan 98% itu dari Australia murah, sementara konsumsi NaCL cukup 95%. Bahkan beberapa petambak kita sudah bisa produksi yang 97%," terang Misri ditemui dalam diskusi di kawasan SCBD, Jakarta, Rabu (7/10/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu golongannya garam industri untuk (industri) aneka pangan yang NaCL 97% yang merembes. Itu harganya murah sampai Rp 400/kg, jadi bisa bercampur dengan garam lokal. Kalau industri kaya kaca kan mintanya NaCL 98-99%, itu kandungan logam hampir nol," papa Misri.
Beberapa garam impor bahkan mencapai Rp 20.000/kg untuk kadar NaCL murni, sehingga mustahil dirembeskan ke pasar garam lokal.
"Yang lebih mahal itu garam untuk farmasi. Harganya Rp 20.000/kg, itu hampir tak ada logam. Jadi kurang tepat kalau semua garam industri bisa merembes. Harga berapa pun, prinsipnya sama-sama garam bisa dimakan," jelasnya.
(hen/hen)