Regulasi ini dinilai mengurangi ketersediaan tenaga kerja yang dapat direkrut oleh perusahaan teksti, karena ada gap antara usia lulusan SMA/SMK dengan batasan usia minimal tenaga kerja tersebut. Umumnya para lulusan SMA di usia 17 tahun, artinya ada jeda 1 tahun bagi mereka untuk bisa bekerja di perusahaan tekstil.
Demikian salah satu problem yang diidentifikasi Kepala BKPM Franky Sibarani saat mengunjungi dua investor tekstil di Jawa Tengah pekan lalu.
Perusahaan-perusahaan tekstil merupakan salah satu yang menyuarakan hal ini disebabkan mereka kesulitan memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Salah satu contoh konkret adalah perusahaan tekstil di Boyolali, Jawa Tengah yang baru mendapatkan 7.500 orang tenaga kerja dari total kebutuhan tenaga kerja sebesar 15.000 orang.
“Jadi mereka menyampaikan bahwa berdasarkan upaya mereka merekrut lulusan SMA dan SMK, ternyata banyak ditemukan lulusan SMA dan SMK yang belum berumur 18 tahun. Kemudian peraturan tersebut juga tidak ada klausul untuk mereka yang telah menikah, jadi mereka yang berumur di bawah 18 tahun dan telah menikah juga akan kesulitan mencari kerja,” ujarnya Franky dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/11/2015).
Dari data BPS yang dirilis Rabu (5/11), jumlah penduduk di usia 16-18 tahun yang masih sekolah berada di persentase 70,31%, sedangkan yang tidak sekolah lagi 28,93% dan belum sekolah 0,77%. Jumlah penduduk yang masih sekolah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 yang telah meratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 Tahun 1973, disebutkan bahwa usia minimum yang diperbolehkan untuk bekerja adalah 18 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam konvesi ILO tersebut disebutkan bahwa undang-undang atau peraturan nasional atau penguasa yang berwenang, setelah berkonsultasi dengan organisasi pengusaha dan pekerja yang berkepentingan, jika ada, dapat memperbolehkan orang muda berusia 16 tahun ke atas bekerja, dengan syarat bahwa kesehatan, keselamatan, dan moral mereka dilindungi sepenuhnya dan mereka telah dapat pendidikan atau pelatihan kejuruan khusus mengenai cabang kegiatan yang bersangkutan.
“Concern ini yang nantinya akan coba kami mediasikan dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ini merupakan komitmen kami untuk mendorong investasi sektor padat karya,” jelasnya.
Data Angkatan kerja Indonesia pada Agustus 2015, menurut data BPS, sebanyak 122,4 juta orang, berkurang sebanyak 5,9 juta orang dibanding Februari 2015. Penduduk bekerja pada Agustus 2015 sebanyak 114,8 juta orang, berkurang 6,0 juta orang dibanding keadaan Februari 2015. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2015 sebesar 6,18 persen meningkat dibanding TPT Februari 2015 (5,81 persen).
(hen/hen)