Belanda Bangun 179 Pabrik Gula di RI, Kini Tersisa 50

Belanda Bangun 179 Pabrik Gula di RI, Kini Tersisa 50

Muhammad Idris - detikFinance
Senin, 23 Mei 2016 10:57 WIB
Foto: thinkstock
Jakarta - Indonesia, saat masih di bawah kekuasaan Pemerintahan Hindia Belanda, pernah menjadi eksportir gula terbesar kedua di dunia. Puncaknya pada tahun 1929-1930, produksi gula konsumsi nusantara menembus lebih dari 3 juta ton, sebuah angka yang belum pernah dicapai lagi sampai saat ini.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Sumitro Samadikun, menungkapkan saat masih menjajah Indonesia, Belanda membangun 179 Pabrik Gula (PG), terbanyak tersebar di Pulau Jawa. Namun satu per satu, sebagian besar PG yang dikelola BUMN tersebut gulung tikar.

"Satu-satu ditutup, sebabnya macam-macam. Dulu dari warisan Belanda kita punya 179 PG, kebanyakan di Jawa. Sekarang hanya sisa 50 saja kan yang masih bisa giling tebu," jelasnya kepada detikFinance, Senin (23/5/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sumitro menuturkan, masalah ditutupnya sebagian besar PG berpangkal dari rendahnya tingkat rendemen dari mesin-mesin tua peninggalan Belanda. Di sisi lain, peremajaan PG tak banyak dilakukan oleh BUMN-BUMN perkebunan.

"Karena rendemen rendah akhirnya biaya nggak tutup ongkos produksi. Mesin putarannya lama, biaya bahan bakar mahal, perawatan mahal. PG ini sama kaya mobil, kalau sudah tua harus diganti. PG punya Thailand sekarang modern semua, sudah pakai dinamo elektrik. Atau nggak usah jauh-jauh, lihat PG punya swasta," ujar dia.

Sumitro melanjutkan, akibat rendahnya rendemen itu pula, akhirnya berbuntut pada rendahnya bagi hasil dengan petani tebu. Hal ini yang akhirnya membuat petani malas menanam tebu. Di sisi lain, PG milik BUMN rata-rata tak memiliki lahan perkebunan tebu milik sendiri sehingga sangat tergantung pada pasokan tebu petani.

"Karena tak ada tebunya, atau tebunya kurang, akhirnya tak bisa mencapai produksi yang efisien. Sudah begitu rendemen rendah. Lihat saja sudah berapa banyak PG yang ditutup. Di Sumatra Utara malah ada PG yang rendemen hanya 5%. Punya swasta kita hampir semua di atas 10%," pungkasnya. (feb/feb)

Hide Ads