DPR Usulkan Pabrik Rokok Wajib Serap 80% Tembakau Lokal

DPR Usulkan Pabrik Rokok Wajib Serap 80% Tembakau Lokal

Muhammad Idris - detikFinance
Kamis, 15 Sep 2016 15:52 WIB
Foto: Yakub Mulyono
Jakarta - Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan sudah rampung dibahas di Badan Legislasi DPR. Rancangan beleid usulan DPR ini telah diserahkan ke pemerintah untuk dikaji.

Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas, mengungkapkan, salah satu pasal yang diusulkan yakni kewajiban pabrik rokok menyerap 80% tembakau lokal, dan membatasi impor hanya 20% saja.

"Jadi saya katakan tidak ada kepentingan pabrik rokok yang menunggangi pembahasan RUU ini. Justru bantu petani dengan menyerap tembakau petani 80%," ujar Supratman di acara Diskusi RUU Pertembakauan, Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Kamis (15/9/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, saat ini impor tembakau Indonesia rata-rata sebesar 50% dari total kebutuhan bahan baku pabrik rokok.

"Ada 30 juta orang yang terlibat langsung dan tidak langsung nafkahnya dari rokok. Sementara impor tembakau kita sekitar 50%. Ini bentuk perlindungan kita terhadap petani," ungkap politisi asal Partai Gerindra ini.

Catatan Kementerian Perindustrian, dari luas lahan 260.000 hektar, rata-rata kebutuhan tembakau nasional setiap tahunnya 330.000 ton, sedangkan produksi tembakau lokal hanya 180.000-190.000 ton. Sehingga sebesar 40-50% bahan baku rokok ini masih harus diimpor.

Sementara itu, Ketua Umum Alinasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budiyono mengungkapkan, jika memang diloloskan, aturan tersebut bisa direalisasikan, namun secara bertahap lantaran produktifitas petani tembakau Indonesia masih rendah.

"Bisa bertahap nggak masalah. Tapi harus dibarengi dengan upaya peningkatan produksi dan kualitas, caranya dengan memberi insentif, modal, bibit, akses pasar supaya bergairah," tutur Budiyono.

Salah satu yang paling penting, sambungnya, yakni insentif akses pasar petani ke pabrik yang saat ini rantainya terlalu panjang.

"Sekarang bisa 5 rantai, dari pengepul kecil, pengepul besar, pedagang besar, perwakilan pabrik, baru sampai pabrik. Padahal pabrik beli tembakau itu harganya nggak rendah, tapi karena terlalu panjang, akhirnya mereka dapat harga rendah. Petani akan bergairah tanam tembakau, produksi bisa naik bertahap," pungkas Budiyono. (hns/hns)

Hide Ads