Padahal saat ini peluang dana segar masuk sangat besar lewat repatriasi dalam program tax amnesty yang saat ini sedang bergulir..
"Investasi masuk ke Indonesia dari Thailand terbatas, Malaysia lumayan, Singapura terbesar. Nah justru momentum tax amnesty harus kita tangkap bahwa ke depan tentu kita lihat banyak pengusaha memanfaatkan tax amnesty tentu dana pulang ini dipakai untuk re-invesatsi di industri. Nah re-investasi industri ini yang harus siap kita tangkap pasca harga gas ini diberikan bersaing," ujar Menperin Airlangga, di kantornya, Jl Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (22/9/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal di luar biaya logistik dan biaya produksi, Indonesia unggul di besarnya market sehingga ini lah yang harus dijaga. Namun, dengan harga gas dan listrik yang kalah bersaing membuat pengusaha di Indonesia justru memilih berinvestasi dan berekspansi di luar negeri.
Ia mencontohkan ada pengusaha Indonesia yang bergerak di bidang otomotif berekspansi di Thailand karena dari segi biaya produksi lebih terjangkau. Contoh lainnya pengusaha furniture di Jawa Timur yang memiliki kapasitas besar berinvestasi di Vietnam karena dari segi biaya produksi Indonesia kalah bersaing.
"Kita tahu bagaimana cost structure di Thailand dan Vietnam karena usaha itu owner-nya sama. Perusahaan baja di Indonesia ada kerjasama Jepang, Operasi juga di Thailand, nah justru di sini seandainya kita punya daya saing yang begitu kuat ini yang justru bisa kita kejar. Nah ini yang mau dikejar ke depannya," ujar Airlangga.
Terkait dengan harga gas yang masih tinggi dibandingkan negara lain ini, ada beberapa investor juga menunggu ingin berinvestasi di Indonesia. Misalnya perusahaan Ferrostaal yang menunggu hingga harga gas di kawasan industri Bintuni turun sehingga bisa bersaing dengan negara lain.
"Dari dulu mau masuk tapi terhalang harga gas. Ya macam-macam lah kalau harga gasnya bersaing seperti di timur, Bintuni itu bisa hidup," ujar Airlangga. (dna/dna)











































