Kenaikan tersebut terjadi pada semester pertama tahun 2017 karena produksi TBS (Tandan Buah Segar) masih belum kembali normal sebagai dampak el nino. Namun, usai puncak produksi diprediksi harga CPO akan turun.
"Menurut saya harga akan relatif stabil dan meningkat di semeter I tahun depan, tapi setelah puncak produksi tiba, harga akan turun, estimasinya rata-rata 2017 sekitar 680-690 CIF roterdeam," kata Direktur Eksekutif GAPKI, Fadhil Hasan, di Westin Hotel dan Resort, Nusa Dua, Bali, Jumat (25/11/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kenaikan harga CPO tahun depan, selain karena suplai yang masih terbatas, juga ditopang oleh program mandatori biodiesel dari B20 menjadi B30 tahun depan. Dua faktor ini menjadi blessing bagi pelaku usaha sawit di tengah masih lemahnya permintaan CPO dari pasar dunia. Apalagi tahun 2017, sejumlah negara yang menjadi pasar utama CPO Indonesia dan Malaysia, masih mengalami kelesuan ekonomi.
"Ada beberapa faktor yang terjadi di 2017 nggak banyak terjadi perbedaan di tahun 2016 masih ada banyak program biodiesel di Indonesia," ujar Fadhil.
Selain itu, faktor minyak mentah juga merupakan faktor yang menentukan harga CPO 2017. Ia memperkirakan konsumsi domestik CPO tahun 2017 meningkat menjadi 9-10 juta ton dari sebelumnya pada 2016
"Perkiraan saya produksi 32-33 juta ton, ekspor CPO sekitar 23-25 juta ton, dan komsumsi domestik sekitar 9-10 juta ton," imbuh Fadhil.
Sedangkan pada tahun 2016 ekspor turun menjadi sekitar 23 juta ton. Hal itu karena menurunnya permintaan global.
"Tahun ini kira-kira 23 juta ton karena adanya penggunaan kelapa sawit di pasar domestik dan adanya permintaan yang lemah di negara impor. Di tahun 2017 kita perkirakan ekspor akan meningkat sekitar 23-25 juta ton. Di komposisi ekspor menurut saya ini kabar baik 20% dari ekspor sekarang CPO, dan 80% nya produk yang telah terproses," kata Fadhil. (dna/dna)