Padahal, lahan tersebut telah memiliki investor, namun tak kunjung dibangun oleh pemilik lahan sesuai peruntukan. Bahkan ada yang tidak digunakan hingga 28 tahun lamanya. Sehingga waktu sisa perusahaan tersebut menggunakan lahan sisa dua tahun lagi, mengingat waktu Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Batam adalah 30 tahun.
"Sekarang kita sudah dapat, ada 7200 ha lahan yang terlantar. Itu terdiri dari 2604 persil (bidang tanah). Jadi bisa dibayangkan, ada banyak sekali perusahaan yang punya lahan itu," katanya saat ditemui di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Kamis (2/3/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Luas tanah dari masing-masing persil tersebut kata dia bervariasi, antara 2 hingga 100 ha lahan. Hatanto mengatakan, saat ini pihaknya tengah menangani persoalan ini dengan memanggil masing-masing pemilik persil lahan, dan dimintai komitmen dalam melaksanakam pembangunan.
"Dalam arti, kalau enggak mau diteruskan, ya harus diserahkan (ke BP Batam). Jadi seandainya ini bisa kita dapatkan kembali, kita bisa cari investor lain atau peminat lain. Kalau tidak, kita akan dorong dia kerja sama dengan investor. Misalkan, dia mau nerusin. Buktinya mana, punya kemampuan finansial enggak. Pokoknya lahan itu dimanfaatkan bagaimana caranya," tutur dia.
Lanjut Hatanto, dengan tak kunjung digarapnya lahan-lahan ini, mengurangi potensi pendapatan daerah Batam. Pasalnya, saat ini BP Batam tak punya lahan lagi untuk dibagikan ke Pemko Batam sebagai pra sarana pembangunan bagi investor.
"Tadinya kita berharap dari lahan itu juga dapat PNBP yang cukup. Kan kita memelihara banyak aset, membangun, mengembangkan, meningkatkan tata kelolanya dan sebagainya," ungkap Hatanto.
"Dengan memanfaatkan itu kan nanti ada perkembangan multiplier effectnya. PDB nya naik, tenaga kerjanya, dan seterusnya. Kalau enggak mau memperpanjang kan bisa diambil tanahnya. BP Batam anggaran operasionalnya kan enggak bisa minta dari pusat," pungkasnya. (dna/dna)