Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia Azis Pane mengatakan, meski tetap tumbuh, capaian yang terealisasi tidak sesuai dengan yang diharapkan, seperti yang terjadi pada 2016 lalu.
"Lesu sih enggak, tapi enggak seperti yang diharapkan. Pertumbuhan industri ban sendiri memang ada kurang lebih 2-3%. Tapi yang kita harapkan lebih, bisa 7%," ungkap Azis saat dihubungi detikFinance, Selasa (2/5).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemerintah memang katakan dalam kondisi baik. Cuma baiknya tidak bisa sesuai dengan yang diharapkan karena daya beli. Daya beli rendah karena uang enggak ada," katanya.
Kondisi lesu pada industri ban dipengaruhi oleh menurunnya daya beli masyarakat. Hal tersebut Azis gambarkan dengan rutinitas mengganti ban yang biasanya kurang dari dua tahun, justru tak lagi dijalankan.
"Jadi dia bisa beli mobil belum tentu bisa beli bannya. Setahun 7 bulan harus ganti ban. Harusnya ganti ban dia enggak ganti ban. karena daya belinya," ujarnya.
Tak hanya itu, penyebab lain dirasanya juga dipengaruhi lantaran harga komoditas di luar negeri mengalami gangguan. Sehingga ketidakpastian dunia global juga membuat tidak naik tajam.
"Contohnya karet, Cina enggak ambil, Jepang dan Korea enggak ambil, masih fokus sama perang korut, Amerika juga gak ambil karena masih sibuk 100 hari Trump yang gak pasti. Termasuk ancaman teroris, itu enggak pasti," tuturnya.
Seperti diketahui industri manufaktur, termasuk ban menjadi yang paling besar terpengaruh. Hal tersebut dipengaruhi karena ban merupakan produk impor. (hns/hns)