Wakil Ketua Badan Pertimbangan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Sutrisno Iwantono, mengatakan kewajiban lelang gula rafinasi membuat biaya baru yang harus ditanggung produsen maupun pengguna gula rafinasi.
"Ini menciptakan ekonomi biaya tinggi, karena harus lelang lewat badan yang ditunjuk pemerintah, baik produsen maupun pembeli dikenakan fee per kg gula. Sebelumnya lewat transaksi bebas antara pembeli penjual. Ini membebani kedua belah pihak," jelas Sutrisno di East Tower, Jakarta, Selasa (13/6/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasan lelang untuk membatasi kebocoran gula rafinasi ke pasar juga dianggap kurang tepat.
"Ada industri makanan minuman yang cuma butuhnya 6 ton atau 10 ton. Sulit buat ikut lelang. Katanya banyak gula rafinasi bocor ke konsumen, maka kalau sudah lelang saya menang, Apa menjamin gulanya juga tak dijual ke tempat lain. Intinya kan pengawasannya yang harus ditingkatkan, bukan lewat lelang," ujar Sutrisno.
Seperti diketahui, Kemendag menunjuk PT Pasar Komoditas Jakarta (PKJ) sebagai penyelenggara pasar lelang melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 684/M-DAG/KEP/5/2017 tentang Penetapan Penyelenggara Pasar Lelang Gula Kristal Rafinasi (GKR).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-DAG/PER/3/2017, penyelenggaraan pasar lelang GKR dilaksanakan 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak diundangkan pada 17 Maret 2017. Tata niaga gula rafinasi diterapkan supaya tidak merembes ke pasar.
Pasar lelang GKR merupakan pasar lelang elektronik yang menyelenggarakan transaksi jual beli GKR secara online dan real time dengan metode Permintaan Beli (Bid) dan Penawaran Jual (Offer). Volume Penjual atau Pembeli sebanyak 1 ton, 5 ton, dan 25 ton. (idr/hns)