Berdiri Sejak 1919, Nyonya Meneer Harus Diselamatkan

Berdiri Sejak 1919, Nyonya Meneer Harus Diselamatkan

Muhammad Idris - detikFinance
Selasa, 08 Agu 2017 10:42 WIB
Pabrik Nyonya Meneer tampak sepi. Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikcom
Jakarta - Berdiri sejak tahun 1919 atau hampir seabad, pabrik jamu legendaris dinyatakan pailit oleh PN Semarang. Putusan pailit diketuk setelah perusahaan tersebut dianggap tak bisa melunasi utang ke para krediturnya.

Perusahaan tersebut digugat Hendrianto Bambang Santoso, salah satu kreditur asal Sukoharjo. Akademisi dan Praktisi Bisnis dari Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, mengatakan solusi terbaik untuk menyelamatkan jamu legendaris tersebut yakni mencari investor baru untuk memproduksi jamu dengan tetap menyandang nama Nyonya Meneer.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nyonya Meneer ini sebenarnya laku, karena merk kuat, harga mahal, kalau dia dijual pabriknya tanahnya gedungnya rugi pemiliknya, karena brand juga masih mahal. Lebih baik mereka cari investor yang bisa membayar atau membeli merk perusahaan," ungkap Rhenald kepada detikFinance, Selasa (8/8/2017).

Saat perusahaan sudah dinyatakan pailit, semua aset perusahaan akan disita dan dijual oleh pengadilan lewat kurator yang ditunjuk. Hasil penjualan digunakan guna membayar utang-utang kreditor, jika masih ada sisa, maka akan diberikan kepada pemilik.

Namun demikian, lanjut dia, untuk menghidupkan kembali merk legendaris Nyonya Meneer, haruslah dilakukan oleh investor yang memiliki reputasi kuat, terutama dalam industri jamu.

"Dihidupkan kembali, dan syaratnya dibeli oleh kelompok yang memiliki reputasi. Aset dijual itu sudah sesuai ketentuan hukum, enggak tahu kalau mereka banding dan keputusan pengadilan bagaimana. Kalau keputusan pengadilan pailit, semua asetnya ditahan dan dijual untuk lunasi utangnya. Kalau ada sisa baru dikembalikan ke pemilik," jelasnya.

Menurut Rhenald, beberapa merk Nyonya Meneer selama puluhan tahun dikenal sebagai jamu dengan kualitas yang mujarab di masyarakat. Beberapa merk lain juga memiliki prospek bisnis yang mentereng seperti minyak telon bayi. Sayang jika merk-merk tersebut ikut tenggelam dengan dipailitkannya perusahaan.

"Meski kurang inovasi, tapi produknya bagus-bagus. Kalau diinovasikan oleh pihak yang punya uang (modal) bagus sekali, kayak minyak telon itu kebutuhannya besar sekali di Indonesia. Hampir semua bayi pakai minyak telon, itu produk bagus sekali, kemudian jamu habis melahirkan juga bagus sekali, sayang kalau kemudian perusahaan itu dimatikan, pasti ada yang minat membeli dan dibangun kembali," ujar Rhenald.

Untuk diketahui, 8 Juni 2015 lalu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara debitur dan 35 kreditur dinyatakan sah oleh hakim di Pengadilan Niaga Semarang.

Pada perkara ini, pihak Hendrianto Bambang Santoso, salah satu kreditur asal Sukoharjo, menggugat pailit Nyonya Meneer karena tidak menyelesaikan utang sesuai proposal perdamaian. Hendrianto hanya menerima Rp 118 juta dari total utang Rp 7,04 miliar. (idr/ang)

Hide Ads