Pakar Marketing dan CEO Markplus, Hermawan Kartajaya, menjelaskan ada banyak faktor yang membuat jamu Nyonya Meneer semakin ditinggalkan oleh konsumennya. Selain itu, saluran distribusi penjualan pabrikan jamu asal Semarang ini juga terbilang ketinggalan zaman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sementara jamu pesaing sudah masuk ke toko-toko juga ritel modern. Tapi untuk masuk misalnya ke ritel modern juga enggak gampang, harus menyesuaikan dengan dengan konsumen yang mau disasar," tambahnya.
Menurutnya, inovasi produk jamu juga jadi faktor yang tak bisa dikesampingkan mengingat persaingan antar produsen jamu yang semakin sengit.
"Jamu-jamu lain bergerak memperbaharui diri agar bisa diterima, katakanlah seperti Sido Muncul yang cepat sekali bisa diterima. Selain itu juga ada perubahan social culture orang dalam meminum jamu. Kemungkinan masalah internal perusahaan membuat Nyonya Meneer kurang cepat menyikapi perubahan. Saya melihat semuanya itu ada 4 c yakni change, company, competitor, dan customer," terang Hermawan.
Selanjutnya, persaingan di industri jamu semakin sengit ketika perusahaan farmasi yang selama ini bermain di obat kimia juga mulai merambah produk jamu atau herbal. Kompetisi makin ramai dengan masuknya jamu rumahan, beberapa di antaranya dijual secara online.
"Kompetitor dari perusahaan chemical juga banyak masuk ke jamu, mereka sebutnya mengherbalkan diri karena beberapa orang trennya menghindari bahan kimia. Jadi digempur dari pemain jamu yang sudah modern, kemudian masuk dari perusahaan chemical. Jamu-jamu yang online menambah persaingan meski secara volume masih sangat kecil," pungkas Hermawan.