Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, mengatakan penggunaan skema lelang secara online untuk gula rafinasi tak menyelesaikan masalah, dalam hal ini membuat usaha kecil dan menengah (UKM) bisa mengakses gula lebih murah.
"Kenapa menolak? Kami lihat lelang tidak menyelesaikan masalah. Ada 3 isu besar di balik tujuannya (lelang), pertama agar UKM memiliki akses pada harga yang sama dengan industri besar dengan harga yang tak terlalu jauh. Kedua, memonitor peredaran gula rafinasi, dan ketiga, mencegah rembesan. Ketiganya enggak terjawab," jelas Hariyadi saat Diskusi Lelang Gula Rafinasi di Menara Permata, Jakarta, Rabu (27/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Hariyadi, dalam aturan lelang, setiap peserta termasuk UKM harus membeli minimal 1 ton. Di sisi lain, kebutuhan mereka tak sampai sebesar itu.
"Persyaratan minimal harus 1 ton, padahal kebutuhan UKM rata-rata di bawah 600 kg. Dalam pola pembelian, industri makanan dan minuman membeli dari industri dengan kontrak pembelian, jadi logikaknya di situ sudah ada transparansi," ujar Hariyadi.
Soal rembesan gula rafinasi ke pasar yang dipermasalahkan Kementerian Perdagangan, dinilai kurang relevan. Rembesan gula terjadi karena adanya disparitas harga yang cukup besar antara GKR dengan gula kristal putih (GKP).
"Harga gula itu paling tinggi kalau lihat di ASEAN. Kalau ada disparitas harga yang tinggi, akan selalu ada orang yang akan ambil keuntungan," tutur Hariyadi.
Menurut dia, tak ada alasan bagi industri makanan minuman merembeskan jatah gula rafinasi ke pasaran. Lantaran mereka menggunakan gula rafinasi sebagai bahan baku produknya, yang relatif memiliki nilai tambah lebih tinggi.
"Kalau yang merembeskan dari industri makanan minuman, logikanya enggak jalan. Enggak usah repot-repot rembesin gula, dia bisa jual dengan mendapat nilai tambah lebih besar dari produknya daripada cuma jualan gula pasir," pungkas Hariyadi. (idr/hns)