Ketua Komite Tetap Pengembangan UKM dan Ekonomi Kreatif KADIN, Ratna Anggarwati, mengatakan meningkatnya penggunaan batik lantaran saat tak lagi hanya sebagai kebutuhan sandang untuk momen tertentu saja, namun sudah menjadi fashion atau gaya hidup.
"Sekarang sudah jadi daily wear (pakaian sehari-hari), bukan hanya untuk kondangannya saja. Batik buat fashion juga, formal juga, bisa juga untuk identitas. Semuanya, orang kantor, fashion, orang gaul (pakai batik)," kata Ratna kepada detikFinance, Senin (2/10/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Anggarwati, dulu batik hanya populer di Jawa, namun kini sudah digandrungi hampir semua kalangan di Indonesia. Apalagi, setiap daerah memiliki motif batik masing-masing.
"Bahkan untuk masing-masing wilayah Indonesia, di DKI kita ada batik Jakarta, Jawa Barat kita ada batik motifnya, Jawa Tengah punya, Papua, Bengkulu, semua punya, wilayah kita 34 provinsi masing-masing punya corak motif batik yang berbeda. Dulu Jawa banyakan (penggunaan batik), khususnya Solo dan Yogyakarta. Sekarang hampir semua wilayah," jelas Ratna.
Ratna yang juga memiliki usaha batik keluarga di Solo dan Yogyakarta ini menuturkan, banyak pula batik-batik yang diproduksi di luar negeri, apalagi sebelum larangan impor. Namun untuk batik lukis, batik asal Indonesia tetaplah sulit tersaingi.
"Banyak dari China dan Thailand, tapi fisik kualitas beda, terasa beda made in Indonesia, bahkan ada dari Sri Lanka, India, tapi enggak bisa tiru kelincahan tangan pembatik Indonesia. Yang (batik impor) dari mesin masih oke, tapi dia hanya menang modis," tandasnya.
(idr/hns)