Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran (Unpad) yang juga Peneliti Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia Ina Primiana, menjelaskan ada beberapa negara yang bisa menjadi tujuan ekspor sawit Indonesia.
"Beberapa negara berkembang masih menunjukkan tren permintaan impor yang besar terhadap kelapa sawit dan produknya turunannya dan oleh karenanya dapat menjadi alternatif tujuan ekspor andalan ke depan, seperti RRT, India, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka, Filipina, Saudi Arabia," kata dia dalam forum diskusi mewakli tim peneliti dari Kementerian Perindustrian, di Gedung Garuda Kementerian Perindustian, Jakarta Selatan, Selasa (21/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, ia melanjutkan, ada juga beberapa negara lain seperti Kolombia, dan sejumlah negara-negara Afrika seperti Tanzania, Afrika Selatan, Nigeria, Madagaskar, Senegal, Kongo, Kenya, Somalia sampai Mesir.
"Ini merupakan strategi dari dilarangnya sawit RI masuk ke pasar uni eropa, kalau industri hilir yang bertugas untuk mengolah sawit di dalam negeri bisa mengirimkan prodak olahan sawit dalam bentuk yang berbeda untuk di ekspor keluar," kata dia
Ia menjelaskan, program pelarangan CPO di Uni Eropa harus dapat dijadikan sebagai insentif untuk mendorong pengembangan industri turunan kelapa sawit (hilirisasi).
"Ini harus jadi insentif untuk mendorong pengembangan industri yang telah diamanatkan pada UU Perindustrian no 3 tahun 2014 dan diikuti oleh berbagai aturan turunannya termasuk diantaranya PMK 128/PMK.011/ 2011 tentang pengenaan bea ekspor (perhatikan hasil simulasi). Mencari alternatif negara tujuan ekspor yang baru khususnya untuk produk-produk turunan kelapa sawit," jelas dia.
Ia melanjutkan, Indoneisa perlu melakukan kajian peluang pasar terhadap produk turunan kelapa sawit negara pengimpor CPO dari Indonesia.
Ina mencontohkan, misalnya India mengekspor turunan kelapa sawit ke negara tujuan ekspor, diharapkan Indonesia bisa langsung mengekspor produk turunan kelapa sawit ke negara tujuan ekspor India tersebut.
"Diharapkan pemanfaatan minyak sawit di dalam negeri untuk penyediaan energi alternatif seperti program biodiesel B20, B30, dan yang lebih tinggi, bioetanol, bioavtur yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil untuk digunakan baik oleh industri dalam negeri hilir, seperti industri lahap energi seperti kertas, keramik, semen, kaca," jelas dia.
Sebagai informasi, Indonesia masih berjuang untuk melawan kebijakan diskriminatif produk sawit dan turunannya masuk ke Eropa. Pihak Eropa sebenarnya sudah memberikan kelonggaran berupa penundaan larangan sawit RI masuk ke Eropa hingga 2030 mendatang.
Selain dilarang ada juga hambatan lain yang dilakukan oleh beberapa negara lain yaitu aturan terkait ILUC (indirect land use change).
Pada intinya, ILUC adalah aturan yang mempermasalahkan dampak perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung dari industri minyak sawit yang sudah diubah menjadi bahan bakar nabati alias biofuel karena dianggap lebih banyak melepaskan emisi karbon yang berdampak pada pencemaran udara. (dna/dna)