Dari sejumlah lapak pedagang tahu dan tempe di Pasar Soreang, harga masih tergolong normal, tahu Rp 400 dan Rp 500 per biji, dibedakan tergantung ukurannya. Sedangkan harga tempe Rp 4.000 dan Rp 4.500 per batangnya.
"Harga tahu Rp 400-500 per biji, tempe Rp 4.000-4.500 per batangnya," kata salah satu pedagang Aep Rahmat (60) saat ditemui detikFinance di lapak dagangannya, Jumat (7/9/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya meski harga tahu dan tempe yang dijual di jongkonya belum naik, namun harga bahan baku kedelai sudah naik.
"Sebelumnya kedelai per kilo Rp 7.750, sekarang menjadi Rp 8.000, naik Rp 250. Meski sedikit naiknya tapi berdampak untuk biaya produksi," ungkapnya.
Ia menuturkan, kenaikan harga itu terjadi karena dolar AS naik, itu baru terjadi dua hari ini.
"Dolar naik bahan baku pasti naik. Soalnya kedelainya impor. Kedelainya impor karena kalau di kita (Indonesia) dari mana kedelainya?" paparnya.
Aep menambahkan, sejak berjualan tempe dan tahu di tahun 1995 silam, meski harga kedelai naik, untuk menaikkan harga tahu dan tempe di pasaran cukup sulit.
"Susah kalau mau naikin harga, harus serentak dan musyawarah, dari dulu juga gitu," tambahnya.
Bupati Bandung Dadang M Naser mengatakan kenaikan dolar merupakan fenomena internasional. Dia berharap semoga Indonesia terus bertahan di tengah persaingan perekonomian dunia.
"Kita tekankan impor sekalian, naikkan produk lokal, harus percaya produk lokal itu bagus. Jangan tergantung kepada impor," ujar Dadang di Masjid Al-Fathu Soreang.
Tidak hanya kedelai, Dadang juga berujar jagung dan pakan ternak juga diimpor dari luar negeri.
"Kebijakan kita mendorong (tidak impor), untuk lebih kreatif dan proaktif di sektor industrinya sampai menciptakan sendiri," ujarnya.
Saat disinggung apakah pihaknya akan menggelar operasi pasar murah, Dadang berujar pihaknya akan segera melakukan rapat koordinasi.
"Ini sedang ada persiapan rapat, antisipasi jangan sampai inflasi terus menggerogoti, supaya inflasi tidak menggoyang Kabupaten Bandung," ucap Dadang.