Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira membenarkan hal tersebut. Menurutnya, memang benar kontribusi industri manufaktur terhadap PDB menurun.
"Iya betul sekali deindustrialisasi semakin parah. Share industri manufaktur (terhadap PDB) tercatat 19.66% pada kuartal III 2018, terus menurun secara signifikan. Bisa dikatakan terendah dalam 20 tahun terakhir yang pernah mencapai di atas 26%," ungkap Bhima saat dihubungi detikFinance, Selasa (15/1/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ini menurut Bhima, juga berdampak pada penyerapan tenaga kerja di dunia industri. Dalam tiga tahun menurutnya, pertambahan tenaga kerja di sektor industri terus berkurang.
"Dampaknya ke serapan tenaga kerja terancam turun karena kontribusi industri sebesar 14,1% dari total serapan tenaga kerja. Dalam 3 tahun terakhir pun rataata tambahan penduduk bekerja di sektor industri hanya 489 ribu orang, turun dibanding periode 2010-2012 yang mencatatkan tambahan 758 ribu orang per tahunnya," kata Bhima.
Bhima menambahkan, deindustrialisasi juga dapat mempengaruhi kontribusi pajak. Dia mengatakan pertumbuhan industri yang tidak optimal dapat menggerus penerimaan pajak.
"Efek berikutnya adalah 31% kontribusi pajak berasal dari industri pengolahan. Pertumbuhan industri pengolahan yang tidak optimal bisa menggerus basis pajak," ungkap Bhima.
Seperti diketahui, sebelumnya Calon Presiden Prabowo Subianto menyebutkan bahwa Indonesia dalam kondisi deindustrialisasi pada pidato kenegaraannya semalam.
"Republik Rakyat Tiongkok berhasil menghilangkan kemiskinan dalam 40 tahun, menghilangkan kemiskinan. Vietnam bangkit, Thailand bangkit, Filipina bangkit, India bangkit tapi para pakar, Indonesia sedang terjadi deindustrialisasi," kata dia dalam Pidato Kebangsaan dan Visi Misi Indonesia Menang di JCC Senayan Jakarta, Senin (14/1/2019). (zlf/zlf)