Menurut Direktur Pengamanan Perdagangan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Pradnyawati pemerintah keberatan pada metode penghitungan bea masuk yang diduga hanya menggunakan best information available (BIA) dari pihak UE saja.
BIA kata Pradnyawati hanya memperhatikan data dan anggapan yang didapatkan dari Eropa saja, sehingga kurang sesuai dengan fakta sebenarnya yang terjadi di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu pemerintah pun aktif berkomunikasi dengan pihak Uni Eropa, Desember lalu saat penelitian mengenai bea masuk ini dilakukan pemerintah langsung melakukan konsultasi ke Brussel mengenai ketidakakuratan tuduhan yang dilayangkan.
Setelah pertemuan di Brussel, Uni Eropa meminta data semua supplier perusahaan eksportir sawit. Karena banyaknya perusahaan, pemerintah meminta mengambil sampel 10 perusahaan, Uni Eropa pun melakukan verifikasi langsung ke Indonesia untuk hal ini.
"Dari laporan data perusahaan sawit dan verifikasi yang dilaksanakan UE, akhirnya mereka mengkalkulasikan datanya dalam hitungan bea masuk 8-18% yang dimulai dengan penerapan anti-subsidi UE," kata Pradynawati.
Pradyanawati pun menegaskan pemerintah masih terus berkomunikasi dan mengajukan segala keluhan serta protesnya ke pihak UE mengenai bea masuk yang diajukan.
"Kita masih bisa terus menyampaikan bukti-bukti baru ke mereka untuk terus menyanggah konklusi sampai awal tahun 2020 Januari saat keluar final determintion," kata Pradynawati.
(dna/dna)