Dua beleid yang dimaksud adalah Permenperin No 32 tahun 2019 dan Permenperin No 35 tahun 2019. Salah satu poin dalam kedua aturan itu menurut Andre mempermudah impor baja masuk ke dalam negeri dengan peniadaan peraturan teknis importir.
"Permenperin 32 tadi mengatur bahwa pertimbangan teknis alias pertek untuk produsen impor dikecualikan dalam proses pengajuan impor. Izin ini banyak dilakukan penyalahgunaan dengan mengimpor tanpa melalui proses industri," ucap Andre di ruang rapat Komisi VI DPR, Jakarta, Senin (16/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua Permenperin 35 2019 tidak sesuai dengan perintah Komisi VI dengan akan hilangkan SNI. Bahaya nih, padahal implementasi SNI harus dilakukan wajib dari hulu ke hilir," ucap Andre.
Andre kemudian meminta kepada Kemenperin untuk mencabut dua beleid tersebut. Khususnya soal Permenperin 32 tahun 2019 yang meniadakan peraturan teknis dalam rekomendasi impor.
Menurutnya, bila beleid ini tidak dicabut akan makin mengancam produk baja dalam negeri. Apalagi, tanpa Pertek maka barang impor akan lebih banyak masuk ke dalam negeri.
"Ini kalau nggak direvisi atau dicabut, 1 Januari besok, importir bisa tanpa Pertek. Makanya saya ini ingatkan agak kejam sedikit, tapi ini demi cinta produk Indonesia," ungkap Andre.
"Bapak tahu US$ 10,2 miliar di tahun 2018 impor baja, US$ 7,9 miliar pada triwulan 3 2019, presiden bilang kita kebanyakan impor BBM nyatanya impor baja menaungi kita juga," tambahnya.
Apa jawaban Kemenperin? klik halaman berikutnya
Jawaban Kemenperin
Menanggapi keluhan Andre, Dirjen Ilmate Kemenperin Harijanto mengatakan bahwa aturan ini dibuat sesuai dengan usulan studi Bank Dunia.
"32 dan 35 dulu kan memang idenya, messagenya, arahannya bahwa harus diregulasi intinya mempercepat sektor industri sehingga diminta khusus baja kita pakai studi World Bank. Maka itu dihilangkan Pertek," ungkap Harijanto.
Dia melanjutkan akan melaporkan semua hal kepada Menteri Perindustrian Agus Gumiwang. Termasuk permintaan Andre untuk mencabut dua Permenperin mengenai industri baja.
"Saya akan lapor ini ke Pak Menteri, ini ada potensi masalah. Pak Silmy Karim (Dirut Krakatau Steel) juga sudah berikan notifikasi ke Pak Menteri langsung. Kami akan kasih tau ke Pak Menteri kalau minta dicabut," ungkap Harijanto.