Direktur Eksekutif IISIA Yerry Idroes menjelaskan bahwa banjirnya impor baja juga terjadi di negara lain. Bedanya di sana pemerintahnya turun tangan.
"Sekarang itu dalam kondisi oversupply itu campur tangan pemerintah di negara lain itu makin tinggi karena kan dia ingin industri dalam negerinya terdorong," kata dia saat dihubungi detikcom, Kamis (19/12/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjut dia, di tengah oversupply baja dunia, ditambah perang dagang, ada perubahan paradigma dalam persaingan usaha, di mana pemerintah di setiap negara sangat berperan dalam rangka menyelamatkan industri baja mereka masing-masing.
"Campur tangan pemerintah itu ya mungkin sampai sekarang kan baja boron sampai 2013 kita masih belum ada juga kebijakan yang efektif. Ada mungkin terlambat gitu. Sampai segini masih nggak efektif. Jadi nggak salah pemerintah harus campur tangan dengan industrinya karena negara lain melakukan itu," teranganya.
Dijelaskannya, China menyiasati harga baja dengan memberikan tax rebate untuk ekspor baja paduan (boron) sebesar 18%. Tax rebate adalah kebijakan pemotongan pajak. Pada praktiknya baja tersebut masuk ke pasar baja karbon. Karena statusnya adalah baja boron maka produk tersebut juga mendapat keringanan bea masuk 0% begitu masuk ke Indonesia.
(toy/zlf)