Pelarangan rokok elektrik dan vape diusulkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Usulan itu didengungkan pada November 2019.
Ketua Asosiasi Vaper Indonesia (AVI), Johan Sumantri menilai hingga saat ini wacana tersebut belum jelas realisasinya. Pihak pemerintah belum pernah memunculkan rencana tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Johan menilai usulan yang dilemparkan oleh IDI dan BPOM tidak memiliki dasar yang jelas. Sebab belum ada penelitian yang jelas yang menunjukkan vape berbahaya.
"IDI dan BPOM meminta untuk melarang tapi dasar-dasarnya nggak jelas. Clinical study belum pernah buat, hanya ambil data kasus Amerika yang jelas-jelas sudah diklarifikasi oleh CDC dan FDA bahwa penyebabnya adalah penyalahgunaanTHC (mengandung vit. E Acetat) ilegal," terangnya.
Sebelumnya Kepala BPOM, Penny Lukito mengatakan usulan tersebut nantinya akan masuk dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
"Ya harus ada payung hukum. Kalau belum ada BPOM tidak bisa mengawasi dan melarang. Payung hukumnya bisa revisi PP 109," kata Penny saat dihubungi detikcom, Jakarta, Senin (11/11/2019).
Penny mengungkapkan, ada beberapa fakta ilmiah yang sudah ditemukan BPOM sekaligus menjadi dasar usulan pelarangan electronic nicotine delivery system (ENDS) di Indonesia. Bahkan, BPOM menemukan bahwa bahan baku vape mengandung senyawa kimia yang berbahaya.
"Fakta ilmiah BPOM menemukan bahwa rokok elektronik mengandung senyawa kimia berbahaya bagi kesehatan, di antaranya: nikotin, propilenglikol, Perisa (Flavoring), logam, karbonil, serta tobacco specific nitrosamines (TSNAs), dan diethylene glycol (DEG)," jelas dia.
(das/ang)