Agus menilai kebijakan tersebut membuat industri terganggu dalam melakukan kegiatan logistik.
"Tentu zero ODOL itu ya itu suka atau tidak suka kita harus menyatakan itu akan mempersulit industri, itu bagian dari tingginya production cost berkaitan dengan logistik, tingginya operasional dari industri," kata Agus saat ditemui di Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Senin (13/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ujung-ujungnya daya saing industri bakal berkurang lantaran bertambahnya ongkos produksi.
"Itu tentu akan berdampak pada berkurangnya daya saing dari produk yang sudah diproduksi hanya karena ada aturan ODOL tersebut," sebutnya.
Dia memahami bahwa Kementerian Perhubungan punya pertimbangan tersendiri terkait pelarangan truk kelebihan muatan. Namun dirinya ingin ada transisi atas penerapan kebijakan tersebut.
"Yang diinginkan oleh kami tentu adanya paling tidak ya adanya masa transisi yang memadai, sehingga bagi industri itu bisa punya waktu yang cukup untuk melakukan penyesuaian, atau mungkin ada bisa diterbitkan kebijakan-kebijakan baru atau merevisi kebijakan baru," ujarnya.
Kalau pun ada masa transisi, dia menjelaskan bahwa industri harus menyiapkan jenis-jenis truk atau angkutan operasional logistik yang lebih memadai. Dengan begitu ada pengeluaran tambahan dari industri sehingga mengurangi daya saing lagi.
"Ini suatu hal yang perlu dicari kesamaan pandang walaupun perlu dicatat bahwa kami sangat memahami kebijakan zero ODOL itu dalam kepentingan yang berkaitan dengan transportasi darat," tambahnya.
(toy/dna)