Agus menjelaskan kalau impor garam dihentikan sementara kebutuhan bahan baku industri bergantung dari situ maka keberlangsungan industri bakal terancam. Hal yang sama menurutnya berlaku untuk gula industri.
"Selama pasokan garam dan gula untuk industri yang mempunyai requirement (kebutuhan) tinggi untuk produk-produknya, mau tidak mau terpaksa kita harus impor, karena kita tidak boleh mematikan industri itu sendiri hanya karena tidak mempunyai bahan baku," kata dia di Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Senin (13/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun dirinya menjelaskan bahwa Indonesia secara perlahan berupaya mengurangi ketergantungan impor garam untuk industri. Hal itu dapat dipenuhi dengan menggenjot produksi dalam negeri.
"Tetapi ada kesadaran, ada political will dari kami, impor garam dan gula semakin lama semakin berkurang. Misalnya untuk garam sendiri nilai ekonomis ladang garam, paling sedikit nilai ekonomis seusai keinginan industri NaCL-nya harus minimal sekitar 98-99%, itu requirement pihak industri," ujarnya.
Dia mengatakan ada cara-cara yang bisa dilakukan agar garam lokal bisa memenuhi syarat industri sehingga tak perlu pakai garam impor.
"Setelah kami pelajari dengan minimal lahan 100 hektare itu dengan kemudian ada cara-cara menghitung kimiawinya akan menghasilkan garam-garam yang kadar NaCL-nya 98-99%, sehingga bisa diserap oleh industri dalam negeri dan tidak perlu impor lagi," tambahnya.
(toy/dna)