Industri Manufaktur Kena Dampak Pandemi, Kemenperin Evaluasi Kebijakan

Industri Manufaktur Kena Dampak Pandemi, Kemenperin Evaluasi Kebijakan

Alfi Kholisdinuka - detikFinance
Sabtu, 26 Sep 2020 15:40 WIB
Karyawan mengoperasikan alat industri yang dipamerkan dalam Manufacturing Indonesia 2019 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Rabu, 4 Desember 2019. Pameran tentang teknologi peralatan industri baik dari dalam dan luar negeri tersebut berlangsung 4-7 Desember 2019. CNNIndonesia/Adhi Wicaksono.

Pameran Manufacturing Indonesia yang ke 30 ini diikuti oleh 1.500 peserta dari 39 negara seperti Jepang, Amerika Serikat, Belanda, Brazil, Cina, Inggris, Italia, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Singapura, Swiss dan lainnya.

Deretan produk dan terobosan teknologi khususnya yang mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi seperti Internet of Things (IoT), Cloud Computing, Artificial Intelligence, Mobility Virtual, Augmented Reality dan Big data juga dihadirkan.


Riset McKinsey mengungkapkan bahwa industri 4.0 memberikan dampak yang signifikan terhadap sektor manufaktur di Indonesia. Penerapan digitalisasi pada industri akan mendorong pertambahan hingga US$150 miliar atau sekitar Rp2.100 triliun lebih atas hasil ekonomi di 2025. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Foto: CNN Indonesia/Adhi Wicaksono
Jakarta -

Industri manufaktur jadi salah satu sektor yang selama ini berperan penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, pandemi COVID-19 membawa dampak yang signifikan bagi aktivitas industri manufaktur di Indonesia.

Menurut Plt. Dirjen KPAII Kementerian Perindustrian, Yan Sibarang Tandiele kondisi ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk mengevaluasi berbagai kebijakan dalam negeri sehingga efektif mendorong ketahanan dan pertumbuhan industri nasional.

Yan menuturkan terdapat beberapa instrumen yang dapat diimplementasikan dalam upaya pengamanan dan penyelamatan industri nasional yang terdampak oleh lonjakan impor di tengah masa pandemi COVID-19 saat ini, di antaranya adalah melalui tindakan trade remedies berupa penerapan safeguards dan anti dumping.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kebijakan-kebijakan tersebut diperbolehkan dan telah sesuai dengan aturan WTO, mengingat tarif bea masuk umum (MFN) tidak lagi efektif untuk menjadi instrumen pengamanan industri karena Indonesia telah terlibat aktif dalam berbagai kerja sama free trade," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/9/2020).

Yan menambahkan dalam kondisi pandemi sektor industri diharapkan tetap semangat dan merebut peluang untuk memperkuat struktur manufaktur dan mewujudkan kemandirian industri nasional. "Oleh karena itu, pemerintah bersama stakeholder terkait terus menjalin sinergi untuk mendorong ketahanan industri nasional," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Hal senada disampaikan oleh Dirjen KPAII Kemenperin Dody Widodo bahwa pihaknya aktif melakukan diskusi dan koordinasi dengan segala pemangku kepentingan demi mencari jalan keluar terhadap berbagai kendala yang dialami pelaku industri nasional saat menghadapi dampak pandemi COVID-19.

"Misalnya kami melaksanakan kegiatan webinar dengan pelaku dan asosiasi industri untuk menampung usulan-usulan yang dapat dijadikan bahan kebijakan selanjutnnya, baik itu kebijakan insentif fiskal atau nonfiskal, termasuk juga perbaikan aturan-aturan yang telah berjalan," paparnya.

Dari hasil 'urun rembuk' tersebut, Dody menyebutkan sedikitnya ada delapan tantangan yang tengah dirasakan pelaku industri di tanah air akibat dampak pandemi COVID-19. Pertama, mereka mengalami penundaan kontrak dan pembayaran.

"Ada beberapa sektor yang tidak bisa mengalihkan produksinya seperti industri garmen yang akhirnya memproduksi APD dan masker," ujarnya.

Tantangan kedua, yakni kenaikan harga bahan baku dan penolong. Hal ini membawa dampak pada pasokan dan permintaan. "Masalahnya harga juga tidak bisa dikontrol karena semua negara yang supply bahan baku dan penolong mengalami kendala yang sama," tuturnya.

"Kendala berikutnya terkait gejolak nilai tukar. Akibat protokol kesehatan tentunya juga industri mengalami masalah pada penurunan utilitas produksinya. Akibat adanya physical distancing, karyawan juga berkurang, sampai ada yang lay-off sementara sehingga utilitas produksinya juga menurun tajam," imbuhnya

Tantangan kelima, pengurangan pegawai. Kemudian, kesulitan transportasi logistik. Lalu, kenaikan biaya pengapalan. Dan, yang terakhir adalah pembatasan operasional dalam peraturan daerah.

"Saat ini, kami sedang merumuskan berbagai stimulus sesuai kebutuhan pelaku industri saat ini, diharapkan dapat segera memacu produktivitas dan utilitasnya," ungkap Dody.

Pada masa pandemi COVID-19, perusahaan industri atau kawasan industri yang beroperasi wajib memiliki Izin Operasional Dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) yang prosedurnya diatur dalam Surat Edaran Menteri Perindustrian No 7 Tahun 2020.

"Kami terus menjaga sektor industri dapat berjalan, dengan tentunya menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Hal ini untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional," pungkasnya.




(mul/mpr)

Hide Ads