Pemerintah Amerika Serikat (AS) berencana membeli 300.000 dosis obat antibodi virus Corona dari perusahaan farmasi Eli Lilly. Dana yang disiapkan sebesar US$ 375 juta, setara Rp 5,5 triliun (asumsi kurs Rp 14.700US$).
Perjanjian tersebut untuk pengiriman selama dua bulan setelah adanya otorisasi penggunaan darurat dari Food and Drug Administration. Berdasarkan keterangan perusahaan, kesepakatan itu juga memberikan opsi bagi pemerintah AS untuk membeli 650.000 dosis lagi hingga 30 Juni.
"Lilly telah memanfaatkan kemampuan ilmiah kami yang dalam untuk memerangi pandemi ini dan kami bangga dengan upaya kami mengembangkan obat-obatan potensial untuk memerangi COVID-19," kata CEO Eli Lilly, David Ricks dalam sebuah pernyataan dilansir dari CNBC.com, Rabu (28/10/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada bulan ini, perusahaan mengajukan permintaan ke FDA untuk otorisasi darurat obatnya kepada pengidap COVID-19 ringan hingga sedang. Jika otorisasi diberikan, pemerintah AS telah berkomitmen bahwa pasien tidak akan dikenakan biaya untuk obat tersebut, meskipun fasilitas perawatan kesehatan mungkin mengenakan biaya untuk administrasi produk.
Lilly mengatakan pihaknya mengantisipasi pembuatan hingga 1 juta dosis obat pada akhir 2020, dengan 100.000 dosis siap dikirimkan dalam beberapa hari setelah otorisasi.
Kesepakatan dengan AS datang beberapa hari setelah perusahaan mengatakan uji coba obat gagal menunjukkan manfaat pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Perusahaan mengatakan yakin obat itu bermanfaat.
Obat Eli Lilly adalah bagian dari kelas perawatan yang dikenal sebagai antibodi monoklonal, yang dibuat untuk bertindak sebagai sel kekebalan yang diharapkan para ilmuwan dapat melawan virus. Perusahaan lain termasuk Regeneron juga mengerjakan perawatan antibodi.
Presiden Donald Trump memuji Eli Lilly dan pihak lainnya yang berjuang mencari obat COVID-19. Ketika dia terjangkit COVID-19, salah satu perawatan yang dia terima adalah obat antibodi Regeneron. Dalam video 7 Oktober di Twitter, dia mengklaim itu adalah obatnya.
Namun, sementara data awal menunjukkan obat antibodi memang menjanjikan, para ahli medis mengatakan itu jauh dari penyembuhan karena uji coba masih diperlukan untuk menentukan seberapa baik kerjanya.